Tuesday, August 6, 2019

[Cerbung] Kita Berbeda part 9

            

baca dulu part 8

Di tempat lain, Annisa, Dicky, dan Rosa menunggu kedatangan seseorang di restaurant. Annisa dan Dicky terlihat santai-santai saja, sedangkan Rosa kebingungan sendiri.


            “Kalian bilang Ilham itu pernah di pesantren, apa gak sebaiknya gue pakai jilbab? Ntar kalau dia gak suka penampilanku yang kayak gini, gimana?” cerocos Rosa kebingungan.

            “Kalau mau pakai jilbab, kenapa gak dari tadi aja. Sekarang paling Ilham sudah mau datang. Udah lah tenang aja. Pakaian lo sopan kok,” tutur Annisa.

            “Eh, itu Ilham datang,” ujar Dicky menunjuk Ilham yang sudah memasuki restaurant.

            Rosa semakin deg-deg-kan. Mukanya menegang.

            “Aku telat ya?” ucap Ilham setelah tiba di meja mereka.

            “Ah enggak. Kita juga baru nyampe kok,” jawab Dicky.

            Ilham memiringkan kepalanya saat melihat Rosa. “Kayaknya aku pernah lihat kamu.” Ilham mencoba mengingat-ingat.

            “Oh iya, aku ingat. Kita satu kelas, kan? Maaf, aku belum terlalu hapal muka temen sekelas kita.”

            “Gak apa-apa.” Rosa tersenyum.

         Beberapa saat setelah mereka memesan makanan, mereka mengobrolkan banyak hal. Terkadang mereka tertawa bersama-sama. Rasa canggung Rosa sedikit demi sedikit berkurang.

            Keesokan harinya, Rosa semakin dekat dengan Ilham. Dia juga semakin mengerti tentang islam dari Ilham.

            Annisa tersenyum bahagia melihat sahabatnya bahagia. Annisa mengalihkan pandangannya dari Rosa dan Ilham. Tak sengaja dia melihat Rafael yang sedang duduk di bawah pohon taman kampus.

            Annisa menghampiri Rafael yang bergelut dengan kameranya.

            “Serius amat,” tegur Annisa melirik kamera Rafael.

            “Bukannya itu tadi foto masjid?” tanya Annisa.

            “Iya. Untuk pekerjaan. Tapi aku agak bingung karena aku bukan orang islam.”

            “Mau aku bantu?” tawar Annisa.

            “Yang bener?”

            “Beneran.” Annisa mengangguk. “Eh, kalau boleh tau, kamu tuh kerja dimana sih?”

            “Dipenerbit majalah Mentari,” jawab Rafael.

            “Majalah Mentari? Wah,tiap akhir bulan mamaku selalu beli majalah itu. Tahun lalu desain pakaian muslimah mamaku juga masuk di majalah itu.”

            “Beneran? Gimana kalau tahun ini juga?”

            “Boleh. Tunggu ya.” Annisa mengambil sesuatu di dalam tasnya. “Besok datang aja ke butik ini.” Annisa menyodorkan kartu beralamatkan butik mamanya.

            “Ok.”

* * *

Bisma berdiri di depan cermin untuk melihat penampilannya. Wajahnya terlihat sumringah, tapi saat melihat luka lebam di matanya, seketika ekspresinya berubah.

Bisma memijit matanya yang lebam itu. “Sss..Gak mungkin gue kuliah dan ketemu Annisa kayak gini.”

Bisma mencari sesuatu di mejanya.

“Aha!” serunya saat melihat kacamat hitam, kemudian dia memakai kacamata hitam itu.

“Kalau gini kan gak kelihatan.” Bisma pun pergi ke kampus.

Di kampus, Bisma sengaja memilih tempat duduk yang dekat dengan tempat Annisa. Setelah sekian lama, baru kali ini Bisma semangat berangkat kuliah.

“Hai, aku Bisma. Itu kalau kamu gak tau namaku, soalnya aku baru lihat kamu di kelas ini,” sapa Bisma pada Annisa di tengah-tengah kuliah berlangsung.

“Aku Annisa. Iya, aku dulunya di kelas seni.”

Bisma mengangguk. Senyum tak lepas menghiasi wajahnya.

“Maaf, Bis. Apa kamu bisa lihat pakai kacamata hitam di sini?” tegur Annisa.

“Hah?! Em…” Perlahan Bisma membuka kacamatanya. “Aku buka nih.”

Annisa tersenyum.

Untung lebamnya sebelah kiri,” ucap Bisma dalam hati.

Ya! Untung Annisa duduk di sebelah kanan Bisma karena luka lebam Bisma ada di mata kirinya.

* * *

No comments:

Post a Comment