Annisa
dan Rosa duduk di taman kampus. Terlihat Rosa sedang meminum ice tea-nya, sedangkan Annisa sibuk
membolak-balik kertas yang dia pegang.
“Apa
itu, Nis?” tanya Rosa. Kepalanya mendongak
ingin melihat tulisan di kertas itu.
“Ini…" Annisa mengangkat sedikit kertas yang dia pegang. "Untuk
pindah jurusan,” terangnya. Matanya masih fokus dengan apa yang dia pegang.
“Lo
jadi pindah jurusan?!” pekik Rosa.
Annisa
mengangguk. Matanya memandang Rosa. “Lo kan tahu, gue gak tahu soal seni. Gue
aja heran kenapa gue bisa masuk seni. Tapi, sekarang gue udah nemuin tujuan gue.
Akuntansi.”
“Yaah,
jadi gak ada lagi yang bisa gue manfaatin pas gue ketinggalan materi gara-gara
tidur di kelas dong,” ujarnya sambil manyun.
“Makanya,
jangan tidur di kelas. Gunakan waktu sebaik mungkin,” tutur Annisa.
“Iya,
iya, Nona Cantik.” Kembali Rosa menyeruput ice
tea-nya.
“Eh,
ada juga lho yang mau pindah ke jurusan seni,” ucap Rosa setalah hening
sejenak.
“Bagus
dong. Jadi ada pengganti gue,” sahut Annisa.
“Denger-denger
sih cowok. Semoga aja ganteng.” Rosa mulai menerawang dengan wajah berseri.
* * *
Suara
deru motor saling bersahut-sahutan. Empat motor sport berjajar. Orang dibalik
kemudi terus mengegas motor mereka. Seorang perempuan cantik berpakaian mini
berada di depan mereka. Saat perempuan itu menjatuhkan kain, empat motor sport
itu melaju dengan kencang menembus jalanan gelap nan sepi. Hanya lampu motor
yang menerangi jalanan.
Saat
salah satu motor hampir mendekati finish, penonton semakin bersorak-sorai.
“Bisma!
Bisma! Bisma!” teriak mereka menyemangati Bisma yang sudah mendekati finish.
Dan
tepat saat Bisma melewati finish, penonton berteriak kegirangang. Bisma adalah
bintangnya balapan. Tidak pernah sekalipun dia kalah.
“Gua
salut sama lo. Ini.” Laki-laki berambut kribo memberikan sebuah amplop berisi
uang kepada Bisma.
Teman
Bisma memberikan selamat dan tentunya meminta traktiran.
“Selamat,
Bro. Traktir lagi ya.”
Bisma
pun mentarktrik teman-temannya ke sebuah diskotik. Walaupun dia menang, tapi
ekspresinya biasa-biasa saja, bahkan terkesan cuek. Wajar saja, sebenarnya dia
tidak begitu suka dengan balapan. Terlebih balapan liar seperti yang dia
lakukan. Dia melakukan itu hanya untuk pelampiasan. Dia tidak suka berada di rumah
dengan orang tua yang sama sekali tidak memperhatikannya.
“Hai,
Bisma. Dansa yuk!” ajak seorang perempuan yang terlihat mulai mabuk.
“Dansa
aja sendiri,” ucap Bisma cuek.
Dengan
mendengus, perempuan itu meninggalkan Bisma.
“Bisma,
Bisma, setiap datang cuma duduk di sini aja. Gak kasian apa sama cewek-cewek
yang ngajakin lo dansa?” ujar penjaga bar sambil menuangkan segelas wine.
Bisma
melirik penjaga bar itu, lalu dia berdiri. “Gue udah bayar semua, kan? Gue
pergi.” Bisma beranjak keluar dari diskotik.
Bisma
berhenti di depan pintu diskotik. Dia memperhatikan sekeliling. Tampaknya dia
tidak suka melihat orang-orang yang melakukan hal senonoh tanpa tau malu di
sana. Dia teringat sesuatu.
--
FLASHBACK ON—
Bisma
keluar dari diskotik sendirian. Dia habis mentraktir teman-temannya karena dia
menang balapan. Tiba-tiba dia mendengar suara seseorang meminta tolong. Dia
menengok ke asal suara, sebelah selatan. Dilihatnya seorang perempuan yang
terpojok di samping mobil dengan dikelilingi oleh lima pria b*jing*n.
Melihat seseorang yang
dalam bahaya, Bisma segera menghampirinya. Tapi, belum sempat dia melangkahkan
kaki, seorang pemuda bertubuh kecil menghajar seorang pria yang hendak
menyentuh perempuan itu.
“MAU APA LO, HAH?! CARI
CEWEK LAIN NOH DI DALAM!” pemuda itu membentak pria-pria b*jing*n itu.
Pria-pria itu malah
menertawakannya, kemudian berkata, “Gue lepasin lo sekarang, tapi kalau kita
ketemu lagi, gue gak segan-segan untuk balas ini,” ancam pria yang mulutnya
berdarah karena ditinju pemuda itu.
Setelah itu, para pria
itu pergi.
Bisma sedikit kecewa
karena dia terlambat menolong gadis itu. Tapi dia juga bersyukur karena ada
yang menolong, setidaknya dia tidak terlambat.
--
FLASHBACK OFF—
“Siapa lo? Apa kita bisa ketemu?” desah
Bisma mengenang kejadian tiga tahun silam.
* * *
No comments:
Post a Comment