Melody Benang Merah
♪ Kamu di sini hanya untukku. Aku di sini karena kamu. This is our
destiny. ♪
♫
♫ ♫
Sore itu, saat burung-burung walet
terbang ke sana ke mari mencari sarang untuk mereka tinggal, sebuah taman yang
terletak di tengah kota tak luput dari kesibukan juga. Kesibukan manusia
berbeda dengan kesibukan burung-burung itu. Manusia tidak punya sayap untuk
terbang. Oleh karena itu, kesibukan manusia ada saat manusia itu telah memijak
bumi.
Di sore hari, kesibukan manusia
tidak sepusing kesibukan dipagi hari. Sore adalah saat yang paling asyik untuk
berjalan-jalan di taman bersama teman, kerabat, atau pasangan. Saling
bercengkerama, berbagi pengetahuan, pengalaman, atau gosip sekalipun.
Suara petikan gitar terdengar
syahdu. Seorang pemuda bernyanyi sambil memainkan gitarnya. Dia bukan pengamen.
Itu telihat jelas dari tulisan yang dia pajang. “BUKAN PENGAMEN”, begitulah
yang tertulis di kertas berwarna putih polos itu.
Tak jarang orang yang kebetulan
mendengarnya memainkan musik, berhenti sejenak untuk mendengarkan. Ada juga
yang hendak memberikan uang, tapi saat melihat tulisan yang terpajang, orang
itu menarik kembali tangannya.
♪ Awalnya aku tak percaya bahwa ini takdir. Awalnya aku tak menyangka
kita bertemu seperti ini. Aku menghindarimu, kamu menghindariku. Tapi ternyata
kita bertemu. ♪
Jrengg….
Pemuda itu mengakhiri lagunya.
“Aku suka!” seru seorang gadis
berparas cantik yang berdiri dihadapannya. Dilihat dari wajahnya, gadis itu
sepertinya beberapa tahun lebih muda darinya.
Pemuda itu tersenyum. “Terimakasih,”
ucapnya.
“Aku suka lagu itu.”
“Oh, lagunya,” ucap pemuda itu yang
salah mengira maksud gadis dihadapannya.
“Melody Benang Merah cipta Deru
Alvin yang dipopulerkan oleh istrinya, Sarah Muler. Lagunya terdengar biasa
saja, tapi penghayatan Sarah Muler dalam menyanyikannya, ditambah kisah awal
mula terciptanya lagu ini, sangat menyentuh hati,” ujar gadis itu panjang
lebar.
“Salut. Jarang ada orang yang masih
mengenal lagu ini, lagu yang sudah lama hilang seiring dengan kepergian
pasangan Deru dan Sarah. Pasti kamu sangat menyukai lagu ini.”
“Tentu saja. Aku saaangat suka. Aku
juga suka permainan gitarmu. Boleh ajari aku?” Gadis itu duduk memohon di
samping pemuda itu.
“Apa?”
“Oh iya, kita belum kenalan.” Gadis
itu menepuk jidatnya sendiri. “Aku Mayla,” lanjutnya sambil mengulurkan tangan.
“Aku Farhan,” sahutnya membalas
perkenalan gadis yang bernama Mayla itu.
“Mayla. Kamu pasti lahir bulan Mei.
Iya, kan?” tebak Farhan.
“No..no..no..” Mayla menggeleng
sambil menggoyang-goyangkan jari telunjuknya. “Hh… banyak orang yang salah
sangka dengan namaku. Memang sih, May
dalam namaku berarti bulan Mei, tapi itu bukan bulan kelahiranku. Aku lahir
bulan Juni.”
“Lalu, apa arti dari namamu?” tanya
Farhan penasaran.
Mayla memperbaiki posisi duduknya. “May artinya bulan Mei. Sedangkan la… kamu tahu urutan tangga nada, kan?”
Farhan mengangguk. “Do Re Mi Fa Sol
La…” Farhan berhenti. Dia memutar otaknya, sadar akan sesuatu.
“Nah, La itu ada diurutan ke enam dari tangga nada. Jadi, maksudnya
adalah tanggal enam. Bulan Mei tanggal enam orang tuaku menikah. Artinya, aku
adalah buah cinta mereka.”
Farhan mengangguk tanda mengerti.
“Cara orang tuamu memberikan nama sangat unik.”
“Hehehe…” Mayla hanya tersenyum
nyengir.
Sore itu adalah pertemuan pertama
Farhan dengan Mayla. Permintaan Mayla yang ingin diajari gitar oleh Farhan
akhirnya disetujui. Setiap sore di taman dan dijam yang sama, mereka bertemu.
Walaupun perkenalan mereka hanya sebatas itu saja, tapi mereka seperti telah
berteman lama.
Farhan memang empat tahun lebih tua
dari Mayla. Mayla masih duduk di bangku SMA, sedangkan Farhan adalah anak
kuliahan. Tapi, mereka mengobrol seolah mereka seumuran.
Suatu siang, Farhan terpaksa
memberitahu Mayla bahwa dia tidak bisa menemuinya sore ini karena ada tugas
kuliah yang harus dia selesaikan, dan itu tidak bisa ditunda. Beberapa menit
setelah Farhan mengirim pesan singkat, Mayla membalasnya.
Fom Mayla to Farhan: Aku mengerti. Tidak apa-apa. Besok kita masih
bisa bertemu, kan? J
Farhan
tersenyum lega saat membaca balasan dari Mayla. Jarinya mengetikkan sesuatu
lagi untuk membalasnya. Tak lupa dia menambahkan emoticon juga.
From Farhan to Mayla: Tentu J
♫
♫ ♫
Satu tahun berlalu setelah Farhan dan
Mayla saling kenal. Sekarang, mereka akan sulit untuk bertemu. Mayla sudah
kelas XII dan tiga bulan lagi akan melaksanakan ujian, otomatis waktu sore
Mayla tidak sebebas dulu. Dia harus pengayaan setiap sore. Sedangkan Farhan,
dia jauh lebih sibuk daripada Mayla. Dia sudah semester akhir dan bulan ini dia
harus KKN.
Dengan kesibukan mereka, Farhan dan
Mayla memutuskan untuk bertemu sekali sebelum hari ujian Mayla dan tugas KKN
Farhan tiba.
“Terimakasih sudah banyak
mengajariku. Padalah aku hanya memintamu mengajariku bermain gitar, tapi kamu
mengajariku banyak hal,” ucap Mayla. Ditatapnya langit biru di sore itu.
“Jangan berkata seperti itu. Ini
seakan-akan kita tidak bisa bertemu lagi.”
“Apa kamu percaya takdir benang
merah?” tanya Mayla tiba-tiba.
“Kita
bertemu. Ini seperti sebuah takdir. Jari kita bersatu. Di situlah ujung benang
merahku,” ucap Farhan mengutip satu bait lirik lagu Melody Benang Merah.
“Lagu itu adalah kisah nyata
pasangan Deru dan Sarah. Aku menyukai lagu itu. Tentunya karena aku
mempercayainya,” lanjutnya.
“Waktu
bisa memutarkan segalanya, tapi takdir tetap akan mempertemukan kita.”
Gantian Mayla yang mengutip lirik lagu Melody Benang Merah.
“Aku tidak tahu siapakah yang ada di
ujung benang merahku,” ujar Mayla sambil melihat jari kelingkingnya. “tapi aku
berharap orang itu adalah kamu.” Kemudian pandangannya mengarah pada Farhan.
Farhan terpaku mendengar perkataan
Mayla yang terkesan menyatakan perasaannya.
Hening. Tak ada suara dari mulut
mereka lagi. Burung walet yang biasanya terbang di langit juga tidak ada yang
melintas.
“Aku juga berharap ujung benang
merahku adalah kamu,” ucap Farhan kemudian.
Mayla tersenyum mendengar ucapan
Farhan.
“Hari
ini aku mau jalan-jalan. Aku mau menghabiskan waktuku hari ini hanya denganmu,
karena aku tidak tahu ini akan menjadi pertemuan terakhirku atau bukan.”
“Pertemuan
terakhir? Maksudnya?”
“Setelah
lulus SMA, ayahku berencana mengirimku ke luar negeri,” jawabnya dengan muka
yang ditekuk. Sedetik kemudian wajahnya kembali ceria.
“Waktu
bisa memutarkan segalanya, tapi takdir tetap akan mempertemukan kita.” Kembali
Mayla mengutip lirik Melody Benang Merah.
♫
♫ ♫
Taman kota mulai sedikit berubah.
Perubahannya sangat berbeda dari empat tahun silam. Sudah hampir setahun,
setiap malam minggu selalu ada pagelaran musik di taman tempat orang-orang
biasanya menghabiskan waktu untuk refreshing.
Malam itu, seperti biasa banyak
band-band kota yang meramaikan malam di taman kota. Kali ini, Farhan berniat
ikut menyumbangkan suaranya dalam pagelaran. Dia tahu ini sudah empat tahun
setelah dia berpisah dengan Mayla. Farhan berharap Mayla dapat melihatnya malam
ini.
“Baik, setelah kita gila-gilaan
dengan lagu rock tadi, sekarang
waktunya kita mendengarkan lagu slow
dari Farhan, Melody Benang Merah,” teriak pembawa acara mempersilahkan Farhan
naik.
“Saya mempersembahkan lagu ini untuk
seseorang yang juga sangat menyukai lagu ini,” ucapnya sebelum bernyanyi.
Jreng…
Farhan memainkan senar gitarnya.
♪ Awalnya aku tak percaya bahwa ini takdir. Awalnya aku tak menyangka
kita bertemu seperti ini. Aku menghindarimu, kamu menghindariku. Tapi ternyata
kita bertemu. ♪
♪
Kita bertemu. Ini seperti sebuah takdir.
Jari kita bersatu. Di situlah ujung benang merahku. ♪
♪
Bagaikan melodi yang indah, kita warnai
hari-hari bersama. ♪
♪
Waktu bisa memutarkan segalanya, tapi takdir
tetap akan mempertemukan kita. Kamu di sini hanya untukku. Aku di sini
karena kamu. This is our destiny. ♪
Di
tengah-tengah lagu, Farhan melihat Mayla berdiri dibarisan penonton paling
belakang. Awalnya dia mengira itu adalah halusinasinya, mengingat dia sering
berhalusinasi tentang Mayla yang berada di sisinya. Tapi kali ini sosok Mayla
seolah nyata. Dia tersenyum pada Farhan.
Usai
bernyanyi, segera Farhan berlari mengejar sosok Mayla yang pergi meninggalkan
tempatnya semula.
“Mayla,”
ucap Farhan sambil mencari-cari sosok Mayla di tengah kerumunan orang-orang.
Dia tampak kebingungan. Dia yakin kalau yang dilihatnya bukan halusinasi. Tapi,
kemana Mayla? Kenapa dia pergi setelah melihatnya?
Dengan
lemas, Farhan memutuskan untuk pulang. Mungkin hari ini dia terlalu lelah atau
mungkin terlalu berharap Mayla datang hari ini sampai-sampai halusinasinya
tampak nyata.
♫
♫ ♫
Matahari telah membumbung tinggi,
memaksa manusia untuk kembali beraktivitas. Seperti biasa di Minggu pagi,
Farhan ke tempat kursus untuk mengajari anak-anak bermusik. Hari ini dia akan
mengajar murid baru. Itu artinya dia harus memulainya dari awal, memperkenalkan
macam-macam not nada. Dan itu artinya pula mengingatkannya pada Mayla.
Farhan tidak bisa menahan rasa
rindunya yang telah memupuk selama 4 tahun. Dia tidak mau jika tidak bisa
bertemu dengan Mayla lagi.
Setelah
pelajaran kursus usai, Farhan tak langsung pulang. Dia menunggu semua muridnya
pulang, lalu dia memainkan piano, instrumen Melody Benang Merah. Sambil
memencet tuts piano, matanya tak
sengaja melihat Mayla lagi dari balik jendela. Entah itu halusinasinya lagi
atau bukan. Mayla berdiri di seberang jalan sambil membawa sebuket bunga yang
penuh warna. Seperti dulu, senyumnya sangat indah.
Farhan
bangkit lalu berjalan keluar. Dilihatnya baik-baik sosok Mayla, memastikan
bahwa itu nyata. Mayla melihat ke kanan dan ke kiri untuk menyeberang.
“Farhan!”
teriak Mayla saat dia melihat Farhan berdiri di depan pintu.
Farhan
terbelalak. Ini nyata.
“Mayla?”
Farhan berlari hingga ke bibir jalan. Dia hendak menyeberang, tapi kendaraan
sangat banyak. Beda halnya dengan Mayla.
Saat dia telah melihat Farhan, dia langsung begitu saja berlari menyeberangi
jalan tanpa memperhatikan kendaraan yang melaju lagi.
“MAYLA!”
teriak Farhan sambil berlari menghampiri Mayla saat melihat mobil yang melaju
kencang kearahnya.
BRUKK…
Tabrakan
terjadi. Tubuh Mayla yang berada di dekapan Farhan terlempar. Mereka terjatuh
menghantm aspal dengan sangat keras. Walau demikian, mereka masih sadarkan
diri.
“Aku melihatmu
semalam,” ucap Mayla dalam batinnya. Wajah dan tubuhnya telah
penuh dengan darah. Farhan juga demikian.
“Aku mencarimu
semalam.” Batin Farhan juga ikut berbicara. Tangannya tetap
mendekap Mayla.
“Maaf, aku pergi
mencari bunga. Tapi saat aku kembali, kamu sudah tidak di sana.”
“Aku sudah melihat
ujung benang merahku.”
“Aku juga sudah melihat
ujung benang merahku.”
“Kamulah orangnya.”
Seperti
bertelepati, mereka berbicara menggunakan pikiran.
Mereka
saling menyatukan jari kelingking mereka. Senyum bahagia menghiasai wajah
mereka yang penuh dengan darah. Sesaat kemudian mereka menghembuskan nafas
terakhir.
♪
Waktu bisa memutarkan segalanya, tapi takdir
tetap akan mempertemukan kita. Kamu di sini hanya untukku. Aku di sini
karena kamu. This is our destiny. ♪
♫ SELESAI ♫
No comments:
Post a Comment