Jam 8 tepat Rafael telah ada di
butik Annisa.
Butik masih sepi
karena belum dibuka.
“Aku kecepeten ya?”
“Gak apa-apa. Kamu bisa ambil gambar
sekarang, dan tanya-jawabnya nanti kalau mamaku udah datang.” Annisa
mempersilakan Rafael untuk mengambil gambar baju-baju muslimah yang terpajang
di butik itu.
Rafael memperhatikan semua baju-baju
itu.
Beberapa menit berlalu, Rafael masih belum juga
mengambil gambar.
“Kenapa?” tanya Annisa resah.
“Enggak, cuman lagi mikir aja. Kayaknya lebih bagus
kalau ada model,” jawab Rafael.
“Model?”
“Iya, tapi pasti mahal kalau harus bayar model,
sedangkan perusahaan cuma kasih modal dikit.”
Rafael memandang Annsia dari atas sampai bawah,
membuat Annisa mundur selangkah sambil mengerutkan
kening.
“Jangan-jangan kamu mikir kalau aku yang harus jadi
modelnya?” tebak Annisa.
“Kamu bilang mau bantu aku.”
Akhirnya Annisa menuruti permintaan Rafael untuk
menjadi modelnya.
Rafael yang menyukai foto natural mengajak Annisa ke
pinggir pantai. Mereka melakukan pemotretan di sana. Mereka tak hanya melakukan
sekali take foto, tapi beberapa kali. Dan Annisa pun beberapa kali berganti
pakaian.
“Coba lihat hasilnya. Jangan-jangan gak bagus. Aku
kan gak perah dijadikan model,” ujar Annisa setelah pemotretan usai.
“Enggak kok, bagus.” Rafael memperlihatkan hasil
fotonya.
“Iya, bagus. Ini kan karena fotografernya yang
hebat,” puji Annisa saat melihat hasil jepretan Rafael.
“Setelah ini kita ambil gambar apa lagi?” tanya
Rafael.
Annisa berpikir sejenak.
“Gimana kalau kita ke pesantren. Kamu bisa ambil
banyak gambar di sana,” tawar Annisa.
“Boleh juga.”
Berhubung hari belum gelap, Rafael dan Annisa pergi
ke pesantren hari itu juga.
Setibanya di pesantren, mereka meminta izin terlebih
dahulu kepada pemilik pesantren, pak Haji Umar. Berhubung pesantren dibagi dua,
yaitu adam dan hawa, maka Rafael mengambil gambar di pesantren adam, dan Annisa
juga turut membantu mengambil gambar di pesantren hawa.
“Assalamu’alaikum, Pak Haji.” Seseorang datang
memberi salam.
“Wa’alaikum salam. Kebetulan kamu datang, Za. Ini
ada orang dari majalah mau meliput pesantren kita. Bisa kamu tolong temani dia
keliling?”
“Bisa, Pak Haji,” jawabnya, kemudian mengulurkan
tangan pada Rafael. “Perkenalkan, saya Reza.”
Ya! Orang itu adalah Reza. Sesekali dia datang ke
pesantren pamannya itu untuk membantu atau sekedar menyapa anak-anak santri.
“Saya Rafael.” Rafael membalas uluran tangan Reza.
Setelah pamit dengan pak haji Umar, mereka pergi berkeliling
pesantren adam. Tak berbeda dengan Annisa yang berada di pesantren hawa bersama dengan seorang santri putri, Reza menjelaskan segala hal yang bisa
dijelaskan tentang pesantren itu. Reza juga menjelaskan semua jadwal di
pesantren.
Annisa selesai lebih awal daripada Rafael. Annisa
menunggu Rafael di depan pesantren adam.
“Annisa?! Udah nunggu dari tadi?”
Akhirnya orang yang ditunggu selesai juga.
“Enggak juga kok,” jawab Annisa.
“Eh, perkenalkan ini Reza. Dia yang bantu aku
menerangkan tentang pesantren ini.” Rafael memperkenalkan Reza yang ada di
sampingnya.
“Assalamu’alaikum, saya Annisa.”
“Wa’alaikum salam. Reza,” sahut Reza dengan sedikit
bengong. Dia tahu gadis di depannya. *masih ingat part 1 kan?*. Pertama kali
melihatnya, Annisa tidak memakai jilbab. Tapi, Reza masih ingat dengan jelas
wajah Annisa.
“Kalau begitu, kami pamit dulu. Terimakasih atas
bantuannya,” ucap Rafael.
* * *
~Bersambung~
No comments:
Post a Comment