Wah, sudah lama gak nulis di blok ini, sibuk sih (sok sibuk). Insyaallah mulai bulan ini aku mau nulis rutin. Minimal sebulan sekali lah. Hahaha....
Mengawali tulisanku di tahun
2018, aku mau cerita tentang liburanku ke Pulau Samalona bulan Desember lalu.
Iya, itu tahun lalu, 2017. Udah lama ya? Biarin, karna yang lalu bukan untuk
dilupakan, tapi untuk dijadikan pelajaran.
Sebenarnya nih yah, liburan
waktu itu aku lagi dalam mood yang
tidak stabil. Jangan tanya kenapa, ini masalah perempuan.
Liburan ini sudah direncanakan
jauh-jauh hari. Mulai dari menyamakan jadwal, memutuskan hendak melakukan apa,
dan akhirnya disepakati bahwa liburan bareng jatuh pada hari Senin tanggal 25
Desember 2017 (tepat tanggal merah) di Pulau Lae-Lae (awalnya), tapi entah
karna apa berhaluan ke Pulau Samalona. Dengar-dengar, Lae-Lae terlalu dekat,
kurang WOW gitu. Pengennya yang agak jauh. Wah, suka yang jauh-jauh ini orang yan sarankan.
Oh iya, mungkin ada yang belum
tahu pulau-pulau yang aku sebutkan di atas ya?
Pulau Lae-Lae dan Samalona adalah
salah dua pula di Makassar. Untuk menjangkau kedua pulau itu, kita bisa
menyeberang dari dermaga. Waktu itu saya ambil perahu di dermaga depannya Benteng Roterdam, tidak jauh dari
Pantai Losari. Sebelah Utara Pantai Losari.
Untuk ke Pulau Lae-Lae, kita
cuma membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit dari dermaga. Sedangkan untuk ke
Pulau Samolan, kurang lebih 30 menit untuk sampai di sana.
Waktu diskusi di grup chat, aku
sepakatnya ke Pulau Lae-Lae. Aku gak tahu sih bagusan yang mana, soalnya gak
pernah pergi ke kedua pulau itu. Yang jadi patokanku jarak tempuh naik perahu.
Jujur, aku mabok laut. Pernah aku ke Jawa naik kapal laut. OMG! Selama di kapal
aku gak bisa bangun, gak bisa makan. Kalau bangun atau makan pasti muntah. Dan
itu gak enak banget. Makanya, liburan ke pulau ini aku pilih yang dekat saja.
Tapi ternyata kami pergi ke Pulau Samolana. Ya sudah deh, ngikut guide-nya saja.
Saat kami hendak menyewa perahu,
ternyata di situ ada 3 orang turis entah dari negara mana. Turis itu terdiri
atas kakek, nenek, dan pemuda yang menurutku sudah bapak-bapak. Tapi entahlah.
Kan orang bule, gitu, kelihatan lebih tua dari umurnya karna postur tubuhnya
yang tinggi besar. Beda sama orang Asia. Imut-imut menggemaskan, kelihatan
lebih muda dari usia aslinya. Kayak aku. *eh. Hahaha...
Kami langsung disuruh
terjemahkan bahasa mereka karna kebetulan orang di situ tidak ada yang tahu
bahasa mereka. Untung pake bahasa Inggris, kalau bahasa alien pasti gak ada
yang ngerti.
Bla...Bla...Bla... Si Bule
ngomong sama salah satu seniorku yang sudah pernah ikut tes TOEFL. Aku
mendengarkan. Belajar memahami yang Si Bule ucapkan. Pengucapannya jelas karna
dia pelan-pelan dalam mengucapkannya. Intinya, Si Bule mau ke Samalona kayak kami, dan dia gak mau bermalam.
“Oh, PP!” seru seniorku yang
lain. PP adalah singkatan Pergi-Pulang, tidak menginap.
Sementara Si Bule menyampaikan
isi hatinya (ealah, ini bahasa apa sih?) dan bertanya tentang pembayaran,
datanglah sang pawang. Eh, maksudku, pemilik perahu yang ngerti bahasa Inggris.
Lalu, Si Bule pindah ke lain hati, dia mencampakkan seniorku dan ngobrol sama
Sang Pawang (makin ngelantur).
Okey, kita tinggalkan Si Bule.
Kami serombongan akhirnya naik perahu. Pas aku injakkan kakiku di perahu, aku
sempat deg-deg ser. Takut kalau nanti muntah. Tak lupa aku mengucapkan doa agar
tidak muntah.
Aku minta posisi paling pinggir.
Supaya kalau aku muntah, bisa langsung ku keluarkan di laut.
Saat semua sudah naik, dan
perahu melaju, perasaanku masih aman. Tidak ada rasa mual atau pusing.
Alhamdulillah. Oh iya, kami sempat baku (saling) lomba sama perahu yang dinaiki si Bule.
Beberapa saat kemudian, kami
tiba di Pulau Samalona.
Rasanya gimana, gitu. Soalnya
aku pikir liburan ke pulau hari itu gak bakal jadi. Selama masuk bulan
Desember, di Makassar hujan terus. Bahkan waktu pertengahan bulan, hujan turun
setiap hari. Tapi, suatu anugrah saat hari Senin, 25 Desember 2017 tidak turun
hujan. Malahan terang benderang, cerah sekaliiii.... Mungkin ini namanya rencana
yang diRidhoi.
Aku gak tahu bagaimana Samalona
biasanya. Hari itu, air laut di sekitar pulau berwarna hijau, kayak berlumut.
Masa’ laut berlumut? Emangnya kolam? Mungkin karna pengaruh cuaca kali, ya.
Kalau ditanya soal
pemandangannya... Ehmm... Begini, setiap aku pergi ke pantai, pasti yang aku
lihat itu air lautnya, mulai dari warna hingga kejernihannya. Nah, kebetulan
pas aku datang ke pulau Samolan, airnya berwarna hijau dan gak terlalu jernih.
Tapi ini tempat yang bagus untuk melihat sunset,
tempat yang tenang untuk merilekskan diri dari kepenatan kota, tempat yang
asyik untuk liburan bersama.
Di sini , kita bisa menyewa jet sky. Oh, alat snorkelling juga bisa disewa
di sini. Tapi kami cukup menyewa bale-bale saja, mengingat budget yang pas-pasan.
Bagi kalian yang suka
cekrek-cekrek, ada spot foto bagus. Contoh:
Atau kalian bisa menunggu
matahari terbenam. Tapi sayang, kami gak bisa lihat itu, soalnya perahu kami
sudah datang pukul 5 sore. Okey, cukup memuaskan kok. Mandi-mandi (yang
laki-lakinya saja. Perempuannya takut jadi putri duyung kalau kena air.
Haha...), dan mengubur orang di pasir.
Inti liburan adalah kebersamaan.
Kalau kalian mau melihat
keseruan kami di Pulau Samalona, kalian bisa lihat video ini. Tapi, ingat, ada
efek samping jika kalian melihat video ini. Efek sampingnya adalah.... kuota
Anda akan berkurang, kecuali Anda pake wifi atau yang gratisan lainnya.
No comments:
Post a Comment