baca dulu part 8
Di tempat lain, Annisa, Dicky, dan
Rosa menunggu kedatangan seseorang di restaurant.
Annisa dan Dicky terlihat santai-santai saja, sedangkan Rosa kebingungan
sendiri.
“Kalian bilang Ilham itu pernah di pesantren,
apa gak sebaiknya gue pakai jilbab? Ntar kalau dia gak suka penampilanku yang
kayak gini, gimana?” cerocos Rosa kebingungan.
“Kalau mau pakai jilbab, kenapa gak
dari tadi aja. Sekarang paling Ilham sudah mau datang. Udah lah tenang aja.
Pakaian lo sopan kok,” tutur Annisa.
“Eh, itu Ilham datang,” ujar Dicky
menunjuk Ilham yang sudah memasuki restaurant.
Rosa semakin deg-deg-kan. Mukanya
menegang.
“Aku telat ya?” ucap Ilham setelah
tiba di meja mereka.
“Ah enggak. Kita juga baru nyampe
kok,” jawab Dicky.
Ilham memiringkan kepalanya saat
melihat Rosa. “Kayaknya aku pernah lihat kamu.” Ilham mencoba mengingat-ingat.
“Oh iya, aku ingat. Kita satu kelas,
kan? Maaf, aku belum terlalu hapal muka temen sekelas kita.”
“Gak apa-apa.” Rosa tersenyum.
Beberapa saat setelah mereka memesan
makanan, mereka mengobrolkan banyak hal. Terkadang mereka tertawa bersama-sama.
Rasa canggung Rosa sedikit demi sedikit berkurang.
Keesokan harinya, Rosa semakin dekat
dengan Ilham. Dia juga semakin mengerti tentang islam dari Ilham.
Annisa tersenyum bahagia melihat
sahabatnya bahagia. Annisa mengalihkan pandangannya dari Rosa dan Ilham. Tak
sengaja dia melihat Rafael yang sedang duduk di bawah pohon taman kampus.
Annisa menghampiri Rafael yang
bergelut dengan kameranya.
“Serius amat,” tegur Annisa melirik
kamera Rafael.
“Bukannya itu tadi foto masjid?”
tanya Annisa.
“Iya. Untuk pekerjaan. Tapi aku agak
bingung karena aku bukan orang islam.”
“Mau aku bantu?” tawar Annisa.
“Yang bener?”
“Beneran.” Annisa mengangguk. “Eh,
kalau boleh tau, kamu tuh kerja dimana sih?”
“Dipenerbit majalah Mentari,” jawab
Rafael.
“Majalah Mentari? Wah,tiap akhir
bulan mamaku selalu beli majalah itu. Tahun lalu desain pakaian muslimah mamaku
juga masuk di majalah itu.”
“Beneran? Gimana kalau tahun ini
juga?”
“Boleh. Tunggu ya.” Annisa mengambil
sesuatu di dalam tasnya. “Besok datang aja ke butik ini.” Annisa menyodorkan kartu
beralamatkan butik mamanya.
“Ok.”
*
* *
Bisma berdiri di depan cermin untuk melihat
penampilannya. Wajahnya terlihat sumringah, tapi saat melihat luka lebam di matanya, seketika
ekspresinya berubah.
Bisma memijit matanya yang lebam itu. “Sss..Gak mungkin
gue kuliah dan ketemu Annisa kayak gini.”
Bisma mencari sesuatu di mejanya.
“Aha!” serunya saat melihat kacamat hitam, kemudian
dia memakai kacamata hitam itu.
“Kalau gini kan gak kelihatan.” Bisma pun pergi ke
kampus.
Di kampus, Bisma sengaja memilih tempat duduk yang
dekat dengan tempat Annisa. Setelah sekian lama, baru kali ini Bisma semangat
berangkat kuliah.
“Hai, aku Bisma. Itu kalau kamu gak tau namaku,
soalnya aku baru lihat kamu di kelas ini,” sapa Bisma pada Annisa di tengah-tengah
kuliah berlangsung.
“Aku Annisa. Iya, aku dulunya di kelas seni.”
Bisma mengangguk. Senyum tak lepas menghiasi
wajahnya.
“Maaf, Bis. Apa kamu bisa lihat pakai kacamata hitam
di sini?” tegur Annisa.
“Hah?! Em…” Perlahan Bisma membuka kacamatanya. “Aku
buka nih.”
Annisa tersenyum.
“Untung
lebamnya sebelah kiri,” ucap Bisma dalam hati.
Ya! Untung Annisa duduk di sebelah kanan Bisma
karena luka lebam
Bisma ada di mata kirinya.
*
* *
No comments:
Post a Comment