Baiklah, ini curahan hati seorang adik B Aja yang memiliki kakak yang W-O-W.
Pembahasan pertama, fisik. Dari jenis kelamin, kami sudah berbeda. Namun, bukan hanya itu perbedaannya. Kakakku lebih tinggi dari bapakku. Sedangkan aku tidak lebih tinggi dari Ibuku. Jadi sudah kebayang kan perbedaannya? Kalau kami berdua berdiri bersama, terlihat jomplang banget.
Wajahnya dia juga sering dibilang tampan oleh kaum hawa, sedangkan diriku tidak pernah dibilang cantik oleh kaum adam. Eh, bapakku sering bilang aku cantik deng.
Beberapa kaum hawa juga pernah bilang aku cantik sih. Tapi yah, terkadang perempuan memuji untuk dipuji.
Okey, back to topic.
Pernah waktu itu temanku bertanya, "Dia kakak kandungmu?"
Ya Allah, pertanyaan itu menyinggungku. Tapi aku tetap jawab dengan senyuman.
"Iya. Kenapa?"
"Kalian kayak saudara angkat. Atau mungkin badan kalian tertukar?"
Aku gak tahu apa maksud sebenarnya dia bicara kayak begitu. Jadi kusenyumi saja.
Perbedaan kedua, kemampuan. Dia serba bisa, sedangkan aku serba tanya. Dia bisa melakukan beberapa hal hanya dengan belajar otodidiak (memerhatikan atau mengutak-atik sendiri). Sedangkan aku lebih sering bertanya.
"Mas, ini bagaimana? Mas, ini boleh sama itu? Mas, ini kalau aku putar gak rusak? Mas, ini dibongkar dulu? Terus pasangnya nanti bagaimana, Mas? Mas, kok ini gak bisa? Maaass!"
Pokoknya banyak tanya lah ke dia, yang seringnya ditanggapi dengan diam. Kalau pun disahut, perkataannya seperti ini, "Coba saja. Bisa itu."
"Gak bisa!" jawabku ngotot, kalau aku sudah merasa hampir menyerah.
"Kalau aku coba ternyata bisa, kamu ta' apakan?"
Dia dengan segala kemampuannya sama dengan ngeselin.
Dia memang gak begitu terkenal di kampung, tapi dia terkenal di sekolah dan di tempat lain.
Kami lulus di sekolah yang sama sejak SD(MI) sampai SMA. Jadi, hampir semua gurunya adalah guruku juga.
Sebagai adik, aku bangga punya kakak seperti dia yang ternyata berprestasi di sekolah. Jadi, aku sering cerita tentang dia.
Sewaktu SMP, beberapa guru tahu kalau aku adalah adiknya. Kakak kelas pun juga tahu. Dan di sinilah aku merasakan perbedaan.
Kakak kelas cewek yang biasanya cuek saja denganku, tiba-tiba jadi sering memujiku. Jelaslah aku heran dengan perubahan itu. Ternyata mereka baik karena ada maunya. Mereka minta dititipkan salam ke kakakku.
Semakin lama, bukan hanya kakak kelas yang minta dititipkan salam. Teman-temanku yang sudah melihat kakakku juga ikutan menitipkan salam.
Gak masalah sih menurutku, tapi kenapa cuma salam? Gak ada gitu yang nitipkan makanan? Setidaknya, si perantara juga harus diberi sesuatu dong. Iya, kan?
Kadang aku jadi iri dengan Eun Suh di drakor Endless Love. Eun Suh juga punya kakak populer, dan dia sering dapat titipan kado untuk kakaknya. Hh ... Kapan diriku bisa dapat titipan kado? Kalau kayak gitu kan aku bisa comot satu. Hihihi ....
Untung aku orangnya baik yang kadang sombong. Jadi walaupun mereka cuma titip salam, tetap aku sampaikan. Tapi kalau mereka bilang, "salamkan lagi ya."
Dengan tegas aku akan menjawab, "satu kali salam untuk satu orang. Lebih dari sekali, salamkan sendiri, atau kasih aku sogokan."
Setelah aku bilang begitu, gak ada lagi yang mau double, triple, ataupun jendral salam.
Dasar, suka kok gak mau berkorban.
Karena sudah pengalaman sewaktu SMP, sewaktu SMA aku tutup rapat tentang kakakku. Pokoknya aku gak mau kalau ada seorang pun yang tahu siapa kakakku, kecuali yang memang sudah tahu.
Selain menghindari fans kakakku, aku juga menghindari pandangan guru.
Sewaktu SMP memang gak ada guru yang membandingkan antara aku dan kakakku, tapi mendengar prestasinya, membuatku jadi sedikit minder. Makanya, sewaktu SMA, lebih baik guru cukup tahu aku sebagai aku, bukan aku sebagai adik dari kakakku.
Ternyata, menyembunyikan cowok populer sama saja kayak menyembunyikan bangkai. Akhirnya bakal ketahuan juga. Padahal aku masih kelas 1 waktu itu. Cepet banget sih ketahuannya. Rese'.
Titipan salam kembali kuterima. Sayang, gak ada salam buatku. Semua salam untuk kakakku. Sayang juga cuma salam, gak asa kado atau makanan.
Aku semakin ketar-ketir saat guru yang mengajar di kelasku adalah guru yang suka membanding-bandingkan muridnya. Terlebih jika kamu tidak lebih hebat daripada kakakmu.
Gawat! Bisa-bisa aku dicerita ke seleruh kelas kalau aku tidak lebih hebat dari kakakku.
Jadi, selama guru itu mengajarku dalam kurun waktu 2 tahun, aku selalu berharap kalau guru itu tidak tahu siapa kakakku.
Syukur, alhamdulillah, sampai kelas tiga tidak ada guru yang tahu siapa kakakku. Ketika hampir tamat barulah ketahuan. Gak apa, toh udah mau tamat juga.
Memiliki kakak populer tuh gak enak banget, buatku yang cuma buih di lautan yang gak kelihatan kalau gak pergi ke lautan, tapi kalau pun ke lautan tetap saja si buih terabaikan, karena orang-orang lebih fokus pada keindahan air laut, terumbu karang, dan sunset/sunrise di lautan.
Gak enak lainnya tuh, kalau ada cewek yang natap sinis pas aku deket sama kakakku sendiri.
Rasanya tuh pengen bilang ke tuh cewek, "Kamu bakal nyesel natap aku kayak gitu."
Tapi aku lebih milih balik natap sinis dia.
Aku sempat berdoa, semoga kakakku gak berjodoh dengan temanku atau cewek yang pernah natap sinis ke aku. Aku juga berdoa, supaya kakak iparku sabar ngadepin kakakku yang populer.
No comments:
Post a Comment