Wednesday, August 12, 2015

Journay to the Past part 2




04.28 AM.
    Prang! Dyarr! Brakk! Brukk! Prang!
    Soo Jung terbangun saat mendengar suara gaduh. Matanya terasa berat karena baru dua jam tidur. Dia saja belum sempat mengganti pakaiannya.
Soo Jung sudah berusaha meredam suara itu dengan menutup kepalanya menggunakan bantal, namun tidak berhasil. Suara-suara itu tidak mau berhenti.
    Soo Jung terduduk. Matanya yang sulit terbuka tadi, sekarang sudah tidak bisa ditutup lagi. Dia tetap duduk di ranjangnya sampai suara gaduh itu hilang. Beberapa saat kemudian, setelah suasana menjadi sunyi, Soo Jung bangkit lalu berjalan keluar kamar menuju dapur dimana suara gaduh tadi berasal.
    Dihampiri ibunya yang terduduk di lantai seraya menangis tanpa suara. Soo Jung merangkul pundak mamanya. Dia sudah tidak tahu lagi harus mengatakan apa pada mamanya untuk menenangkannya. Sudah hampir dua minggu kedua orang tua Soo Jung selalu bertengkar. Dia tidak pernah tahu apa masalahnya. Namun, dari yang ia lihat, masalah berasal dari ayahnya.
    Dengan tangan bergetar, perlahan mamanya menunjukkan secarik kertas pada Soo Jung. Soo Jung mengambil kertas itu, lalu membacanya. Baru pertama membaca tulisan yang berukuran besar yang berada paling atas, mata Soo Jung langsung membola. Dia sangat terkejut. Surat itu adalah surat perceraian. Ayahnya akan menceraikan ibunya.
    “Apa yang harus ibu lakukan, Soo Jung?” tanya ibunya Soo Jung pasrah.
    “Ikuti saja maunya. Dengan begitu, ibu tidak akan disiksa lagi,” jawab Soo Jung. Di samping sisi dia bersyukur dengan perceraian itu. Karena dengan demikian, ibunya tidak lagi disiksa oleh anyahnya. Namun, di sisi lain, tidak ada seorang anak yang ingin keluarganya terpecah.
    “Tapi, ibu disiksa memang karena kesalahan ibu,” ujar ibunya Soo Jung.
    “Kesalahan apa?! Selama ini ibu selalu menuruti perkataan ayah. Ayah selalu pulang lembur pun ibu tidak marah atau bertanya macam-macam. Tapi, kenapa ibu yang salah, hah?” tanya Soo Jung setengah emosi dengan perbuatan ayahnya.
    “Kamu tidak mengerti, Soo Jung.”
    “Tidak mengerti apa?! Aku melihat sendiri, bu. Ayah memukul ibu. Dan itu tidak hanya sekali.”
    “Soo Jung…”
    “Ibu! Beritahu aku dimana kapsul waktu itu,” pinta Soo Jung.
    “Tidak bisa,” jawab ibunya.
    “Kenapa? Ibu bilang kapsul waktu itu bisa memperbaiki hubungan kalian yang berantakan.”
    “Tapi, aku tidak bisa memberitahu kamu, Soo Jung-a. Kalau ayahmu sadar, dia pasti membuka kapsul waktu itu sendiri.”
    “Ayah tidak akan membuka kapsul waktu itu. Dia pasti tidak ingat. Sekarang kerjaannya selalu mabuk-mabukkan. Jadi, ibu beritahu saja aku dimana letaknya. Biar aku yang memberikan pada ayah.”
    Ibunya terdiam sambil tertunduk.
    “Ya sudah kalau ibu tidak mau memberitahuku!” bentak Soo Jung yang langsung berlari keluar.
y y y
    Dengan pakaian kantornya, dia terus berlari sambil menangis. Saat dia tiba di pinggir pantai yang letaknya tak jauh dari rumahnya, dia berhenti. Dia duduk di pinggir pantai itu sambil terisak.
    Soo Jung mendekap kedua kakinya, lalu menyembunyikan kepalanya. Dia masih menangis. Dini hari yang sangat dingin karena hembusan angin pantai tak terasa baginya. Rasa sakit di dadanya lebih besar dibanding hawa dingin yang menusuk tulang. Dia tidak pernah merasakan rasa sakit seperti ini sebelumnya.
    Soo Jung mengangkat kepalanya saat udara hangat merayapi tubuhnya. Di laut yang sangat jauh, terlihat matahari mulai membumbung. Cahaya oranye mulai mewaranai langit gelap. Suara desiran angin dan ombak laut yang Ha Won tidak dengar tadi karena terus menangis, sekarang terdengar jelas. Dia ingin hidup baru, seperti malam yang selalu digantikan oleh matahari sehingga datanglah hari baru.
Dia ingin keluarganya tetap seperti dulu, dimana ayah yang ramah selalu membuatnya dan teman-temannya tersenyum, dimana ayahnya selalu memberikan hadiah istimewa pada ibunya walaupun sederhana, dimana ibunya yang setiap hari memasak hidangan yang lezat sampai membuatnya dan ayahnya tidak mau makan di luar, dimana keluarga yang hangat selalu berbagi kasih sayang. Namun, Soo Jung tidak tahu harus melakukan apa untuk mewujudkan itu kembali.
Kemudian Soo Jung mengingat perkataan ibunya saat dia baru beranjak remaja. Saat Soo Jung menceritakan kalau dia dan teman-teman sekelasnya membuat kapsul waktu, dan akan dibuka 10 tahun kemudian, ibunya mengatakan kalau ia dan ayahnya juga punya kapsul waktu. Namun, kapsul waktu mereka berbeda. Ayah dan ibunya membuat kapsul waktu karena jika suatu saat nanti mereka bertengkar, kapsul waktu itu bisa membantu.
“Bodoh,” gumamnya karena saat rumah tangga ibunya berantakan, Soo Jung menanyakan keberadaan kapsul waktu itu, namun ibunya tidak mau memberitahukannya.
“Seandainya ada keajaiban,” gumamnya lagi.
Tiba-tiba Soo Jung mengedipkan matanya karena kesilauan melihat pantulan cahaya dari sebuah benda yang berada agak jauh darinya. Penasaran, dia mendekat untuk mencaritahu
“Apa itu?” tanya Soo Jung, kemudian mengambil benda yang sepertinya terbuat dari logam. Dia mengelus benda kecil itu untuk menghilangkan pasir-pasir yang melekat. Benda yang tadi sesekali terkena ombak, rupanya adalah sebuah kalung.
“Hwaah…” desah seseorang.
Sung Ha Won menoleh dan mendapati seorang pria yang sepertinya berusia 20 tahunan sedang meregangkan tubuhnya.
“Terimakasih ya,” ucap pria itu melambai pada Soo Jung. Kemudian dia melangkah lebih dekat pada Soo Jung. “Setelah sekian lama tenggelam di dasar lautan, akhirnya kalung ini bisa berhasil ke daratan, dan kamu yang menemukanku. Pegal rasanya harus berada di satu tempat tanpa manusia, hanya ikan-ikan. Aku jadi tidak bisa apa-apa. Tidak menyenangkan.”
“Siapa kamu? Apa maksud perkataanmu?” tanya Soo Jung bingung.
“Oh iya, kita perkenalan dulu. Aku Jung Shin. Kalau kamu?”
“Aku Soo Jung. Jung Soo Jung.”
“Jung Soo Jung?! Lucu. Nama depan dan belakangmu sama. Kalau dibalik tetap sama saja. Hihi..” Jung Shin langsung berhenti tertawa saat melihat ekspresi Soo Jung yang tak berniat bercanda.
“Salam kenal Sung Ha Won. Nice to meet you,” ucap Jung Shin kemudian seraya tersenyum sumringah.
“Apa kamu tinggal di dekat sini?” tanya Soo Jung.
“Tidak. Aku tinggal jauuuuuh sekali. Kamu juga tidak akan bisa ke sana. Dan kamu mungkin tidak percaya, aku bukan manusia…. Tapi aku bukan hantu. Orang-orang sering bilang aku jin. Tapi aku bukan jin. Apa ya namanya? Pokoknya aku bukan manusia,” ujar Jung Shin seperti berbicara sendiri.
“Kenapa?” tanya Jung Shin heran karena melihat ekspresi Ha Won yang datar. Padahal biasanya orang lain akan histeris atau tidak percaya. Tapi tatapan datar Soo Jung berbeda.
“Apa kamu punya kekuatan? Maksudku, yang tidak dimiliki manusia,” tanya Soo Jung dengan tatapan mata yang tidak berubah. Oleh karena itu, Jung Shin menganggung pelan sambil mengernyitkan kening.
“Apa kekuatan itu bisa merubah hidup manusia jadi lebih baik?” tanya Soo Jung lagi. Kali ini dengan tatapan antusias.
“Hmm… Tergantung. Kekuatanku ini namanya menjelajahi waktu. Setiap manusia yang mendapatkan kalung ini bisa melihat masa lalu yang mereka inginkan. Tapi, mereka hanya bisa menggunakannya sekali.”
“Hanya itu?”
“Iya. Tidak spesial ya? Tapi, aku harap kamu tidak membuang kalung itu di laut. Aku tidak mau berada di lautan bersama ikan-ikan. Mereka tidak seseru manusia.”
“Menjelajahi waktu,” gumam Ha Won yang terlihat sedang berpikir. “Berarti aku punya kesempatan itu dong.”
“Tentu saja,” jawab Jung Shin mantap. “Tunggu. Maksudmu, kamu mau menggunakan kesempatan ini?” tanyanya sedikit tidak percaya karena dia pikir Soo Jung tidak ingin menggunakan kesempatannya.
Soo Jung menjawabnya dengan anggukan.
“Aku betulan bisa, kan pergi ke masa lalu orang lain?” tanya Soo Jung memastikan sekali lagi setelah mereka bercakap-cakap tentang kalung itu.
“Iya, selama kamu memikirkan kejadian itu. Tapi, kamu harus yakin kalau kejadian itu benar-benar terjadi. Karna jika itu tidak benar-benar terjadi, maka kamu tidak bisa kembali ke masa lalu.”
Soo Jung mengangguk mengerti.
“Oh iya, wajahmu tidak boleh dilihat oleh orang-orang di masa lalu. Jika itu terjadi, kamu akan langsung kembali ke sini walaupun waktunya belum habis.”
“Kalau begitu…” Soo Jung langsung membuka lacinya. Dia mengambil kacamata hitam besar yang bisa menutupi setengah wajahnya. “Apa begini boleh?”
“Hmm… Tidak begitu jelas,” ucap Jung Shin memperhatikan wajah Soo Jung. “Boleh. Ingat, waktumu cuma satu jam.” katanya lagi.
“Tapi, bagaimana kalau ternyata aku kembali dua, tiga atau beberapa jam sebelum kapsul waktu dikuburkan?”
“Itu tidak mungkin.”
“Araseoyo.” Setelah itu, Soo Jung memikirkan kejadian di masa lalu yang ingin ia datangi.

---------------------
Bersambung

Sebelum lanjut ke part berikutnya, baca dulu : 

No comments:

Post a Comment