Sunday, May 21, 2023

Rumah Besar di Tempat KKN (Kisah Nyata) part 4


 


WARNING: Semua nama disamarkan

***

Perdebatan berakhir dengan temanku yang ngajak lihat nanti kalau Pak Lurah datang. Dia pasti tidak masuk ke dalam rumah. Dan benar saja. Padahal kami semua ada di ruang tamu. Pak Lurah ngajak bicara, tapi dari pintu. Sudah disuruh masuk, tapi masih saja bicaranya di depan pintu. Hmm ... Aneh. Apa cerita versi temanku tentang rumah itu benar?

Cerita versi temanku itu kalau dihubungkan dengan keanehan-keanehan yang sudah terjadi, jadi agak nyambung. Pun dengan ibu-ibu yang dengan cepat bilang kalau meninggalnya bukan di rumah itu. Padahal saat itu aku belum berkomentar apa-apa. Mungkin ibu-ibu takut kalau nanti aku takut. Padahal semenjak temanku bilang dengar suara-suara dan lihat kelebatan, aku udah agak takut.

Syukurnya, selama ada kami, rumah itu hampir tiap hari diperdengarkan lantunan Al-Qur'an. Makasih buat Pak Kordes yang tiap hari meroja'ah hafalan Al-Qur'annya dengan suara nyaring sampai ke lantai dua hampir di setiap waktu.

Dan makasih untuk teman-teman poskoku yang tidak berbuat aneh-aneh selama KKN. Karna biasanya, kalau tempat itu sudah tergolong serem dan ada yang berbuat aneh, makhluk ghoib itu akan semakin meraja lela.

Cerita belum berakhir sampai di sini lho. Kisah terakhir di malam terakhir KKN.

Sebagai bentuk perpisahan dengan teman-teman KKN, malam itu kami acara bakar-bakar ikan di depan rumah. Aku dan beberapa temanku tidak perhatikan kami selesai acara sampai jam berapa.

Selesai acara pun kami tidak langsung ke kamar masing-masing. Kami masih cerita-cerita dulu di ruang tamu.

Lagi asyik cerita, Diva kepengen beli sesuatu di toko dekat posko. Kebetulan ada yang mau aku beli jadi aku juga mau ikut. Tapi kami tidak langsung pergi malah masih asyik cerita dulu.

"Kalau mau pergi, cepat pergi," peringat Ridwan karna aku dan Diva tidak ada tanda-tanda pergerakan. Dia juga sempat nawari menemani kami, tapi kami tolak. Wong, cuma lurus doang jalannya, dekat pula, mungkin jaraknya kurang lebih 50 meter.

Jadi aku dan Diva pergi hanya berdua. Sebenarnya, suasana seperti malam-malam sebelumnya, sepi. Cuma bedanya, kok tokonya tutup? 

Lebih tepatnya, sudah tutup sih. Jadi aku dan Diva pulang tanpa hasil.

Nah, di perjalanan pulang ini nih, ada kejadian aneh. Di pojokan halaman posko kami itu ada pohon agak besar yang aku gak tahu pohon apa, tiba-tiba ada bunyi "kresek" pas kami lewat. Bunyinya itu seperti ada sesuatu yang jatuh mengenai ranting-ranting pohon.

Entah apa itu, karna aku gak tengok. Prinsipku kalau jalan di malam hari "no tengok-tengok". Seperti yang sudah pernah aku bilang sebelumnya, aku tuh penakut. Jadi untuk menghindari rasa takut yang berlebih, aku selalu fokus lihat ke depan atau ke bawah saja.

Jadi meskipun aku penasaran apa itu yang jatuh, aku sama sekali gak mau tengok.

Tiba-tiba temanku jalannya tambah cepat. 

"Weh, kenapa cepat sekali jalanmu?" teriakku, karna temanku sudah sampai di depan gerbang posko.

Dia tengok sekilas sambil jalan dan bilang, "Cepat."

Jujur saja, aku tidak tahu sama sekali kenapa temanku kayak begitu. Tapi aku nurut saja, malah lari eh, karna sudah ditinggal.

Sampai di dalam posko, baru aku tanya lagi kenapa temanku jalannya cepat.

"Kamu ndak lihat yang tadi di pohon yang di ujung itu?" tanya Diva.

"Endak. Kudengar ji kayak ada yang jatuh, tapi tidak tengok ka."

"Ya Allah. Kalau kamu lihat ... Hiii." Diva bergidik ngeri.

Itu untuk pertama kalinya aku penasaran. Biasanya, aku bakal alihkan pembicaraan supaya tidak mikirkan yang serem-serem. Tapi kala itu, aku beberapa kali bertanya ke Diva bagaimana wujud yang dia lihat. Saat itu aku masih berusaha berpikir positif, mungkin kelelawar jatuh atau monyet, walaupun di situ tidak ada monyet. Positif thinking saja dulu. Hehe ....

Diva tidak bisa cerita detailnya karna dia masih takut. Tapi dia sempat bilang kalau wujudnya tidak seperti makhluk yang pernah dia lihat, pokoknya serem. Setelah itu dia mengalihkan ke pembicaraan yang lain. Aku pun tidak ngorek lagi, karna dengan dia bilang "tidak seperti makhluk yang pernah dilihatnya", udah cukup sampai di situ pembahasan. Bismillah dan doa ke Allah saja kalau niatnya datang bukan untuk ganggu siapapun dan tidak ingin ada apapun yang terbawa kecuali ilmu yang bermanfaat.

Btw, malam itu rupanya sudah jam 11. Dan Ridwan sebenarnya sudah tahu jam berapa saat itu makanya kami disuruh cepat supaya tidak kemalaman, dan dia nawari diantar juga bukan nge-roasting "mau pergi tapi kok tidak bergerak", tapi memang mau nawari diantar, karna kami yang mau pergi itu perempuan semua.

Tapi setelah tahu kalau Ridwan sebenarnya tahu jam berapa saat itu, aku malah ngomel. Wkwk.

"Kenapa tidak bilang kalau sudah jam segini, tau begitu saya sama Diva tidak jadi pergi. Terus Diva jadi tidak lihat makhluk aneh."

Mohon maap, daku ingin merasa benar. Padahal salah sendiri, kenapa tidak lihat jam dulu.

Mungkin cerita ini tidak seseram KKN Desa Penari, bahkan mungkin tidak seram sama sekali, tapi bagi yang mengalami, terutama temenku yang peka dan yang lihat makhluk aneh itu mungkin kebalikannya.

Ohiya, aku keingat, si Diva ini ternyata sudah pernah masuk ke kamar mandi di lantai 2 di hari pertama untuk ganti baju. Dan cuma dia yang pernah masuk ke situ. Aku sempat tanya bagaimana kondisi di dalam. Katanya dia tidak bisa lihat apa-apa karna gelap sekali.

Terlepas dari serem-seremnya, rumah itu bikin iri teman di posko lain. Kalau teman di posko lain dapat rumah kecil atau tinggal serumah dengan warga, rumah di posko kami sangat besar dan cuma kami yang tinggal di situ. Kace yang jaga posko sudah mulai tidak tinggal di situ sejak akhir bulan pertama. Tapi sesekali tetap datang untuk mengecek.

Jadi bisa dibilang, kami mendapat kebebasan. Bersyukurnya, gak ada yang memanfaatkan kebebasan itu untuk melakukan hal yang negatif. Cukup pulang tengah malam saja. Itu pun sekali. Hehe ...

Oh, masih ada cerita yang teringat. Di bulan Ramadhan, entah malam ke berapa, aku bangun jam 3. Biasanya, aku bakal bangunkan Diva (kalau dia belum bangun) untuk sama-sama bikin makanan sahur. Tapi kali itu, aku cuma bisa baring sambil berpikir dan mulai takut. Masalahnya, lampu di depan kamar yang memang jarang dimatikan, saat itu kedip-kedip. Kondisi kamar lagi gelap, karna kalau tidur selalu dimatikan.

Yang jadi pertanyaanku, lampu di luar itu rusak atau karna sesuatu? Belum terjawab pertanyaanku, aku dengar suara orang mandi. Tiba-tiba aku teringat dengan ceritanya Ansar kalau dia pernah dengar suara orang mandi malam. Bedanya, suara yang Ansar dengar itu dari lantai 2. Sedangkan aku dengarnya dari lanti 1.

Kalau dipikir positif, yang aku dengar masih masuk akal, karna kamar mandi di lantai 1 memang dipakai. Yang jadi pertanyaan kembali, siapa mandi jam segini? Sebelumnya, tidak ada yang pernah mandi dini hari begini.

Aku berusaha berpikir positif, tapi lampu kedip-kedip di luar yang tidak mau berhenti itu malah bikin aku berpikir negatif. Ditambah teman-temanku belum ada yang bangun, terutama Diva. Biasanya memang aku dan Diva yang bangun untuk siapkan sahur.

Suara mandi itu berhenti, tapi lampu masih kedip-kedip. Kemudian, terdengar suara derap langkah. Aku pengen banget bangunkan temenku yang di sampingku, tapi yang di sampingku itu non-muslim. Aku takut ganggu tidurnya dia, karna dia gak puasa dan gak sahur. Kebetulan aku tidur di ujung, jadi di sampingku hanya ada 1 orang.

Kenapa Diva harus tidur jauh sekali dariku? Sedangkan badanku udah serasa kaku karna pikiran negatif.

Semakin lama suara derap langkah itu semakin terdengar mendekat.

krek ....

Suara pintu di kamar sebelah terbuka, tapi belum ada suara.

Aku harus gimana sekarang? Apakah ini film horor? Pikirku saat itu.

Tiba-tiba ada suara ketukan pintu di kamar yang aku tempati. Semakin merindinglah aku.

Apa hantunya mendekat?

"Guys, bangun! Satu desa lampunya rusak!"

Itu suara Indah. Dan dia yang tadi mandi, karna baru selesai haid. Jadi dia mandi wajib memang sebelum sahur.

Di situ aku yang dari tadi tegang, langsung ... "Aku di-prank!"

Dan ternyata, Diva sudah bangun dari tadi, tapi karna belum jam 3 dan lampu di luar kedip-kedip, dia jadi tidak bangun. Aku lupa apa dia juga punya pikiran yang sama kayak aku. Semisal aku tahu dia sudah bangun, dari tadi aku panggiil dia. Hhh ... Takutnya percuma, padahal bukan ulah hantu. Kasihan hantunya aku tuduh.

Lampu yang kedip-kedip itu karena ada kelelwaran kesetrum di box listrik desa. Itu aja sampai sore baru bisa pakai lampu, karena paginya listrik langsung dimatikan dari PLN.

Cerita benar-benar berakhir di sini.

***


Baca ulang part 3

Baca ulang part 1

No comments:

Post a Comment