“Dicky, nanti kak Ria jemput aku.
Jadi kalau kamu mau pulang duluan, pulang aja,” ucap Annisa saat mereka telah
tiba di kampus.
“Ooh, ok.”
“Nisa!! Annisa!” teriak Rosa sambil
melambaikan tangan.
“Orangnya udah datang, Nis. Ayo,
cepet gue tunjukin,” ucap Rosa dengan semangat. Dia bahkan sampai menarik
tangan Annisa dan membawanya pergi.
“Dic, aku duluan!” pamit Annisa pada
Dicky.
Dicky tersenyum geli melihat tingkah
temannya Annisa itu.
Rosa membawa Annisa ke taman kampus.
Mereka ngumpet dibalik tanaman yang tingginya sedada.
“Itu orangnya… Lihat, gak? Yang lagi
baca buku tuh,” tunjuk Annisa.
Annisa menyipitkan matanya untuk
mempertajam pandangannya.
“Namanya Ilham,” ujar Rosa tanpa
diminta.
“Lo suka beneran atau sekedar
naksir?” tanya Annisa memastikan.
“Ya suka beneran lah. Sebelumnya gue
gak pernah kayak gini. Hati berdebar-debar.” Rosa memegang dadanya. “Menurut
gue, dia orangnya baik kok.”
“Menurut gue juga gitu. Dia sempat di pesantren waktu SMA.”
“Lo kenal?” pekik Rosa.
“Gak kenal banget sih. Tapi gue tahu
siapa dia. Dicky pernah kenalin gue sama dia. Dia itu kenalannya Dicky. Mungkin
teman SMP-nya,” terang Annisa.
“Kok lo gak bilang-bilang sih. Kalau
gitu, kenalin gue sama dia.”
“Siapa? Dicky?”
“Ya Ilham dong. Lo suruh Dicky minta ketemukan gue sama Ilham.”
“Kok gue sih? Lo kan temen
sekelasnya, ya lo sendiri sana minta kenalan.”
“Aduh, Nisa. Susah mau kenalan sama
cowok pendiam kayak dia. Kalau lewat perantara kan bisa lebih mudah, terlebih
Dicky sama Ilham kan temenan. Pliss, Nis, tolong,” pinta Rosa dengan wajah
memohon.
“Ya udah deh, gue usahain. Eh, udah
dulu ya, gue ada kelas sekarang.”
“Ya udah, bye. Thanks ya.”
*
* *
Bisma masuk ke dalam kelasnya, kelas
yang sudah lama tidak dia singgahi beberapa hari kemarin. Bisma duduk di bangku
paling belakang di mana dia bisa tidur tanpa perlu takut dimarahi dosen.
Saat Bisma hendak memejamkan mata, tiba-tiba dia terbelalak melihat Annisa
yang masuk bersamaan dengan dosen. Niatnya hendak tidur selama pelajaran
berlangsung, malah sekarang mata Bisma tak berkedip melihat Annisa. Mungkin
lebih tepatnya punggung Annisa, karena sekarang Annisa sudah duduk membelakanginya.
Usai mata kuliah, Bisma mengikuti
Annisa. Dia ingin menyapa Annisa, tapi Rafael selalu di sampingnya. Dia ingin berbicara pribadi dengan Annisa.
Akhirnya, Annisa
sendiri di depan kampus. Namun, seseorang datang menjemputnya saat Bisma hendak menghampiri. Terpaksa Bisma mengikuti
laju mobil itu yang mengarah ke super
market.
Annisa bersama dengan kak Ria
membeli beberapa bahan-bahan dapur. Bisma belum bisa mendekati Annisa. Kegiatan
membuntutinya terhenti saat Bisma mendapat telepon dari temannya. Setelah
menerima telepon itu, Bisma segera pergi.
*
* *
Rafael datang ke kantornya. Seperti
biasa, dia datang untuk memberikan USB pada rekan kerjanya. Saat Rafael tiba,
dia tidak bertemu dengan rekan kerja, jadi dia menaruh USB itu di meja saja.
Dia kemudian pergi.
Di depan ruang kerja, Rafael
berpapasan dengan Roni, rekan kerjanya.
“Ketemu juga. Dicariin dari tadi,”
ucap Roni menepuk pundak Rafael.
“USB-nya udah ku taruh di meja kok,”
sahut Rafael.
“Iya, biarin aja. Lo dicari bu’ bos
tuh. Sana ke ruangannya.”
Rafael pun pergi menemui bu’ bos di
ruangannya. Rafael mengetuk pintu. Setelah bu’ bos mempersilahkan, Rafael masuk
ke dalam.
“Kamu Rafael Tan, kan?” tanya bu’
bos muda itu. Bos baru itu berpenampilan sangat elegan, tapi wajahnya terlihat
angkuh.
“Iya,” jawab Rafael sopan.
“Kalau gitu duduk dulu.”
Rafael duduk di kursi depan meja bu’
bos-nya itu.
“Sudah tau siapa saya, kan? Karena
kemarin kita belum ketemu, saya mau bilang jangan panggil saya bos. Panggil
saya bu Gina. Saya sudah tau latar belakang semua
karyawan di sini. Gimana mereka kerja selama papaku menjabat, saya tau
semuanya. Saya juga tau kamu sudah lama bekerja di sini. Jadi, untuk kali ini
saya minta keprofesionalitasmu. Saya gak bilang kamu gak professional ya. Kamu
professional. Dan sekarang saya mau kamu lebih professional karena saya akan
menugaskanmu untuk mengambil gambar tentang…” bu’ Gina berhenti sejenak.
“Saya menugaskanmu mengambil gambar
tentang… islam. Masih ingat kan kalau setiap akhir bulan majalah kita
mengeluarkan tema islam?” lanjut bu’ Gina.
“Iya, bu’ saya ingat.. Saya akan
usahakan.”
“Jangan bilang saya usahakan, tapi harus,” tandas bu’ Gina kemudian melanjutkan
lagi kalimatnya.
“Sebenarnya saya mau ambil fotografer lain, tapi
mereka sudah banyak pekerjaan. Dan hanya kamu fotografer yang punya sedikit
pekerjaan di sini. Kamu tenang saja, kamu hanya mengambil gambar kok. Biar Roni
yang menulis artikelnya. Oh iya, kalau panggil saya, jangan cuman bu’ saja,
tapi panggil saya BU’ GINA.”
“Baik, bu’… Gina.”
* * *
[Bersambung]
No comments:
Post a Comment