“Setiap Orang Memiliki Dua Sisi”
Doha sedang berjalan menuruni tangga
seraya mengenakan pelembab bibir saat dia mendengar obrolan dua siswi. Mereka
membicarakan Doha yang mencoba meniru Kimha.
“Kenapa?” tannya salah satu siswi.
“Entah. Beberapa gadis melakukan hal
itu.”
“Apa yang dia tiru?”
Doha mulai emosi, dia langsung memunculkan
dirinya dihadapan mereka.
“Do Ha Na siapa? Aku?” tanyanya
tidak terima.
Mereka berdua langsung tidak dapat
mengatakan apapun karena terkejut. Doha lalu menawarkan pelembab yang dia
gunakan, karena warnanya bagus. Dengan kikuk, mereka menolak, lalu pergi.
Postingan Tanpa Nama SMA Seoyeon : 'Lee Ji Hye, apakah menyenangkan membuatku bersaing dengan Kim Ha Na?'
Mereka
berenam berkumpul di pinggir lapangan saat jam istirahat untuk bercengkrama dan
makan es krim. Bo Ram mulai mengusik lagi Ha Min tentang postingan itu. Bo Ram
masih tidak percaya walau Ha Min selalu mengelak bahwa bukan dia yang menulis
status itu, karena dia sudah mencaritahu.
“Apa
yang membuatmu seyakin itu?” tanya Ha Min.
“Aku
melihat facebook history-mu dan menemukan postingan itu. Jadi aku
hanya menebak.”
Sementara
Bo Ram dan Ha Min adu mulut, Kimha bertanya pada Doha apa yang dia pikirkan,
karena dari tadi dia terlihat melamun.
“Hah?
Tidak,” jawab Doha.
“Kau
tidak makan banyak hari ini. Apa ada masalah?” tanya Kimha khawatir.
“Orang yang perlu makan lebih sedikit bukan kamu,” ujar Ki Hyun pada Doha, “tapi dia,” lanjutnya seraya melihat pada Bo Ram. Alhasil, dia mendapat pukulan keras di dada yang membuatnya meringis.
Beberapa
detik kemudian, lewatlah tiga orang siswa yang hendak bermain basket. Mereka
menggosipkan tentang Ha Na.
“Ada
dua Ha Na di kelas dua. Yang berambut coklat itu cantik.”
“Aku
suka yang rambut hitam. Rambut pendek adalah tipeku,”
“Ha
Na yang itu terlihat sangat galak. Bukan tipeku.”
Dengan
santainya mereka membicarakan Ha Na di dekat orangnya. Sahabat Ha Na geram
mendengar obrolan mereka. Ha Min langsung memanggil mereka dan mengatakan bahwa
membicarakan orang di belakangnya sangat tidak baik.
Mereka
langsung membungkuk dan meminta maaf. Rupanya mereka baru sadar kalau yang
dibicarakan ada di dekat mereka.
Ha
Na langsung protes. Kenapa mereka meminta maaf pada Ha Min, padahal yang mereka
bicarakan adalah dirinya.
Dengan menyesal, mereka membungkuk pada Doha.
“Dan
aku bukan si rambtu hitam. Aku Do Ha Na,” ucap Ha Na menegaskan seraya berdiri.
Dengan wajah jutek, dia menyuruh mereka untuk menambahkan nama marganya agar
tidak membingungkan.
Ha
Min pergi, disusul Bo Ram, Ki Hyun, dan Kimha. Do Ha juga hendak pergi, tapi
dia mendekati tiga pemuda itu terlebih dahulu untuk mengatakan, “dan kau bukan
tipeku juga.”
Lalu,
Doha pergi bersama Shi Woo.
Sepulang sekolah, Ha Na dan Bo Ram makan bersama
di salah satu kedai. Sambil menunggu pesanan, mereka mengobrol. Kimha memberitahu
Doha kalau dia menggunakan pelembab dengan warna yang direkomendasikan Doha.
Menurutnya, warna itu bagus. Bo Ram juga menggunakan warna bibir itu karna membuat
warna kulit terlihat cerah. Tentu saja itu atas rekomendasi Doha.
Doha teringat dua siswi yang menggosipkannya
di sekolah tadi. Lalu, dia melihat dompet Kimha yang diletakkan di atas meja,
bersebelahan dengan dompet Bo Ram. Rupanya dompet mereka bertiga satu model,
hanya saja Bo Ram berbeda warnanya. Dan ya, Ha Na memiliki warna yang sama.
Lalu, pembicaraan beralih pada
universitas yang ingin mereka masuki. Bo Ram berharap jika mereka masuk di
universitas yang sama. Kimha mengatakan itu bisa, yang langsung diprotes oleh
Bo Ram. Jika murid pandai mengatakan bahwa mereka bisa masuk ke universitas
yang sama, tentu saja itu hanya untuk menghibur. *Bo Ram gak suka belajar. Kebalikannya dari
Kimha.
“Kau kan ingin menjadi gamer profesional,”
ujar Kimha. Lalu Kimha mengajak mereka untuk tinggal bersama saat umur 20
nanti.
“Entahlah. Aku harus minta izin pada
ibuku tentang pindah dan menjadi gamer profesional,” jawabnya dengan
lesu. Sepertinya dia yakin kalau ibunya akan menentang. Dia semakin setres
karena besok ada konseling karir.
“Setidaknya kau ingin melakukan
sesuatu,” sahut Kimha menyemangati.
“Meskipun aku ingin, aku tidak dapat
melakukannya,” Bo Ram semakin lesu.
“Mana yang lebih menyebalkan antara
tidak bisa melakukan apa yang ingin kuinginkan dan ingin melakukan apa yang
tidak bisa kulakukan?” tanya Doha.
Kimha
terlihat berpikir. Doha langsung menjawab kalau keduanya sama. Lalu dia
bertanya apa yang Doha ingin lakukan di masa mendatang. Doha menjawab tidak
ada.
Keesokan harinya, Doha sedang menunggu giliran konsultasi karir di depan ruang guru. Awalnya dia memperhatikan buku (entah buku apa. Mungkin buku jurusan kuliah), tapi kemudian beralih memerhatikan ponselnya. Dia melihat foto sebuah gambar yang dia gambar sendiri.
“Apa kau ingin masuk jurusan seni?”
tanya Shi Woo yang tiba-tiba datang, membuat Doha terkejut.
“Tidak,” jawabnya cepat.
Doha mengalihkan dengan bertanya apakah Shi Woo sudah
melakukan konseling.
Shi Woo bergumam dan mengangguk.
“Bagaimana hasilnya?”
“Aku bilang, ingin masuk universitas
berdasarkan hasil KSAT-ku.” Mungkin maksudnya hasil UN kalau di Indonesia.
“Kenapa?” tanya Shi Woo.
“Ingin tahu saja.”
Beberapa detik setelah itu, Kimha
keluar dari ruang guru. Kimha yang baru tahu kalau ada Doha langsung memanggil
guru dan memberitahu bahwa Doha sudah menunggu.
Guru pun menyuruh Doha untuk masuk. Doha segera masuk ke dalam setelah mengembalikan buku ke meja.
Di ruang guru, bu guru menanyakan
apa ada yang ingin Doha pelajari. Doha menjawab tidak ada.
Bu guru menghela napas kecewa.
“Apa yang ingin kau lakukan?” tanya
bu guru.
“Tidak ada,” jawab Doha.
Bu guru yang hendak menuliskan sesuatu
di kertas, mengurungkan niatnya. Dia bertanya dengan sedikit kesal, apakah ada
yang disukai Doha.
“Tidak ada yang spesial,” jawab Doha
ragu. Dia pun menundukkan kepalanya. Sepertinya dia ingin mengatakan
keinginannya, tapi tidak berani.
“Aku ingin melukis sesuatu,” ucap
Doha kemudian. Senyum simpulnya mengembang. Tapi senyum itu langsung luntur
lagi saat mendengar guru mengatakan bahwa Kimha juga ingin masuk jurusan seni.
“Seperti ....” ucap Doha dalam hati. Dia tidak suka jika disamakan dengan Kimha.
Saat pulang sekolah, Doha bepapasan dengan Ha Min. Mereka pun berjalan bersama. Ha Min menganggap pertemuan mereka ini adalah takdir.
“Suka minum susu?” tanya Doha
melihat susu instant yang dipegang Ha Min. Dia tidak mempedulikan ucapan Ha Min.
“Ya. Bukan aku, tapi seseorang.”
jawab Ha Min. *Menurutku yang dia maksud
adalah Kimha
Pembicaraan beralih ke bimbingan konseling. Ha Min bertanya tentang konseling yang sudah dilakukan Doha. Doha menjawab apa adanya kalau dia tidak memiliki hal yang spesial untuk dilakukan dan dipelajari.
“Lalu? Apa yang ingin kalau lakukan
di masa depan?” tanya Ha Min.
“Aku ... sebenarnya ....” Doha
berpikir. Dia ragu untuk mengatakannya pada Ha Min. Saat dia hendak mengatakan keinginannya untuk mendalami seni, Kimha memanggilnya.
Ha Min mendengus melihat barang
bawaan Kimha. “Kau ingin pamer dengan membawa kotak perlengkapan melukis?”
“Hei, jaga mulutmu. Ini akan mengganggu siswa lain,” ujar Kimha.
“Kalian mau kemana?” tanya Doha pada
Kimha.
“Ke lembaga swasta,” jawab Kimha, maksudnya dia mau bimbingan belajar.
“Aku ada kelompok belajar,” jawab Ha
Min
“Oh iya, kau sudah mengerjakan
PR-mu?” tanya Ha Min pada Kimha.
Kimha sepertinya juga baru ingat.
Lalu dia mengajak Ha Min untuk mengerjakannya bersama.
Tepat saat itu mereka sudah keluar gerbang sekolah. Doha pamit, karena berlawanan arah.
Doha sempat berbalik untuk melihat
mereka berdua. Ha Min bertanya pada Kimha berapa harga untuk saran hubungan.
Sepertinya dia mau curhat.
“Tteokbokki,” jawab Kimha semangat.
Doha terlihat murung melihat
keakraban mereka berdua. Mungkin dia cemburu atau malah iri?
[Narasi Do Ha Na : Manusia adalah makhluk ironi.]
Kimha memperlihatkan Ha Min
postingan Tanpa Nama SMA Seoyeon (kayaknya ini akun yang bisa dibuka oleh semua
siswa SMA Seoyon. Jadi siapapun itu selama siswa SMA Seoyon bisa memposting apa
saja.).
Postingan Tanpa Nama SMA Seoyeon :
Ha Min dan Kim Ha Na, apakah mereka berkencan? Aku sangat menyukainya.
“Kenapa kau ingin mendapatkan saran
dariku?” tanya Kimha. Jika Ha Min selalu dekat dengannya, teman-temannya akan
berpikir kalau mereka sungguh berpacaran.
“Aku tidak peduli, karena kita tidak
pacaran,” tukas Ha Min.
“Itu benar, tapi kau perlu mengambil
tindakan.” Lalu Kimha menyuruh Ha Min untuk cepat berjalan karena dia hampir
terlambat.
[Narasi Do Ha Na : Manusia berteriak dengan tenang dan merasakan kesedihan yang berseri-seri. Semua orang melakukannya. Mereka ironis, dan memiliki dua sisi. Seperti aku.]
“Seperti ....” gumam Doha saat menggambar di rumahnya. Gambar ekor putri duyung di dalam air. Lalu dia memfoto gambarnya dengan kamera HP-nya setelah memperhatikan beberapa hasil gambarnya, dan memposting di akun sosmednya dengan caption ‘aku ingin mengatakannya, tapi aku tidak ingin mengatakannya.’ Mungkin maksudnya, dia ingin mengatakan bahwa dia ingin mempelajari seni, tapi dia tidak ingin mengatakannya karena tidak ingin dikatakan seperti Kimha.
Keesokan harinya di sekolah, Doha
memperhatikan instagramnya untuk melihat respon foto yang dia upload
semalam. Beberapa saat kemudian, Ha Min datang seraya mengatakan kalau ini
takdir, karena mereka bertemu lagi *hadeh, kan mereka satu sekolah, ya pasti bakal ketemu lah.
“Apa maksudmu? Kelas kita kan
bersebalahan,” sanggah Doha.
Ha Min hanya tersenyum. “Oh iya,
kemarin kau belum memberitahuku,” ucap Ha Min kemudian.
“Tentang apa?” tanya Doha tak tahu
maksud Ha Min. Lalu Ha Min memperjelas yang dia maksud adalah apa yang ingin
dilakukan Doha di masa mendatang.
“Oh, soal itu ....” Air muka Doha
langsung berubah muram. Dia ingin mengatakannya dengan jujur, tapi tidak bisa.
Lagi-lagi dia mengingat perkataan orang-orang yang menganggap dia meniru Kimha.
Akan berat jika dia mengatakan yang sejujurnya.
“Tidak ada,” jawab Doha.
“Bagaimana denganku?” tanya Ha Min.
Lalu dia mencondongkan tubuhnya lebih dekat dengan Doha. “Apa aku tidak berarti
bagimu?”
“Kau ....” Doha jadi canggung.
“Hana, apa kau mau ....” ucap Ha Min pelan-pelan.
~Bersambung~
No comments:
Post a Comment