Sunday, July 17, 2016

[Cerbung] Marmetu Manis part 17




           Bisma mencari Wenda keliling-keliling Festival. Dia juga mencoba menghubungi Ara dan Riri untuk menanyakan keberadaan Wenda. Namun, tak ada yang mengangkatnya. Tentu saja. Sebelumnya, Wenda sempat berpesan pada Ara agar tidak mengangkat panggilang dari Bisma. Tanpa alasan, Ara sudah mengerti. Kalau Riri, Wenda tidak perlu menyuruh Riri jangan mengangkat panggilan dari Bisma karena dia tahu sekarang Riri sedang bersama Rafael. Dan jika Riri bersama Rafael, tak ada yang boleh mengganggunya.

            Karena dua orang teman Wenda tak mengangkat panggilan darinya, Bisma berniat menelepon Wenda, namun dia tidak mau membuat sikapnya terlalu jelas kalau dia kurang memercayainya lagi. Ya, kejadian ini membuat Bisma memikirkan hal-hal yang membuatnya resah. Dia takut Wenda berpaling darinya. Dia takut Wenda sekarang bersama pria lain. Dan dia takut kalau pria lain itu adalah Dicky. Intinya, dia mulai terpancing dengan omongan Nindi.

edededede

Reza memberikan secangkir teh hangat kepada Wenda setelah tiba di apartemennya. Wenda melihat sekeliling. Banyak sekali bawang putih tergantung di jendela dan pintu.

“Jadi, apa yang mau kamu bicarakan?” tanya Wenda. Sedari tadi mereka hanya melihati sup hangat itu.

            Reza menenggak minumannya sekali. “Sebelumnya aku minta maaf. Tapi aku mau tahu silsilah keluargamu.”

            “Apa?”

            “Aku mau tahu cerita tentang foto kakek buyutmu yang pernah aku tanyakan. Ingat?”

            “Maksudmu kakek Kirman?” tanya Wenda memastikan.

            Reza mengangguk. “Iya. Dia tidak bisa kena’ matahari karena apa? Tapi sebelumnya maaf kalau aku nanya begini.”

            Walaupun Wenda heran tapi dengan senang hati Wenda menceritakan tentang kakeknya.

            “Tapi menurutku itu bukan penyakit. Apa kamu percaya vampir?”

            Wendak tak lantas menjawab. “Apa kamu mau bilang kalau vampir itu ada?”

         “Mereka memang ada. Dan, mau percaya atau tidak, sekarang mereka ada di sekitarmu. Dan sepertinya yang mengikutimu tadi juga vampir.”

            “Apa?!” tanya Wenda tak percaya.

Kemudian Reza menceritakan semua tentang vampir, manusia spesial, tanaman marmetu manis, dan tentang dirinya pula.

“Dan aku sendiri. Aku bukan vampir. Tapi ayahku adalah vampir yang menikah dengan manusia. Anak yang lahir dari pasangan vampir-manusia, salah satu dari anak mereka akan menjadi manusia tapi dia tidak bisa terkena sinar matahari. Seperti kakekmu. Ayahku bilang, ayah kakek Kirman adalah vampir. Makanya dia bisa seperti itu.”

            “Tunggu dulu. Aku nggak bisa mencerna ucapanmu. Ini nggak masuk akal. Dan kamu bilang aku manusia spesial?” Wenda semakin tidak mengerti.

            “Itu benar. Manusia spesial adalah tujuh turunan vampir yang menikah dengan manusia. Dan kamu masih di tujuh keturunan itu, kan?”

            Wenda mengangguk. “Tapi kenapa mama nggak pernah cerita ke aku?”

            “Mungkin mereka mau menjaga nama keluarga atau mereka juga nggak tahu.”

            Hening sejenak.

            “Apa bawang putih ini untuk menangkal vampir?”

            “Iya. Vampir tidak tahan dengan bau bawang putih. Mungkin kamu sudah lihat apartemennya Ara. Waktu itu, dia diikuti oleh vampir.”

            “Tapi Ara tahu tentang siapa kamu, dan tentang vampir itu?”

            “Enggak. Oh iya, kamu pernah ngira kalau aku temanmu, kan? Apa dia semirip itu denganku?”

            Wenda mengangguk. “Dia murid baru di kelasku.”

            Reza memerhatikan sekeliling terlebih dahulu. “Sepertinya dia saudara kembarku. Tapi dia bukan manusia.”

            “Maksudmu dia vam...” Wenda tidak melanjutkan ucapannya karena Reza dengan cepat mengangguk.

            “Tapi difilm-film, vampir tidak bisa kena matahari.”

            “Iya,  memang, tapi di zaman sekarang, para vampir berhasil menemukan ramuan yang jika dia meminumnya, dia bisa tahan dari matahari, tapi ada batas waktunya.”

            “Aku mohon, bantu aku,” pinta Reza.

            “Bantu apa?” tanya Wenda yang masih bertanya-tanya tentang semua yang diucapkan Reza.

            “Karena saudara kembarku ada di kota ini, dan mungkin dia sudah mencurigai kamu sebagai manusia spesial. Jadi, kamu harus bantu dia mendapatkan marmetu manis. Kalau perlu, kamu harus ceritakan kelebihan-kelebihan marmetu manis atau lebih-lebih kan lagi. Pokoknya, jangan terima bantuan vampir lain. Kamu harus bisa buat saudaraku mendapatkan marmetu manis.”

            Tiba-tiba Wenda teringat ucapan Madam Ros. “Sebenarnya, aku bukan orang yang mudah memberitahukan penglihatanku tanpa imbalan. Tapi, khusus untuk kamu, ini berbeda. Kamu harus berhati-hati dengan orang-orang yang tiba-tiba mendekatimu.”

            “Kenapa aku harus bantu dia?” tanya Wenda. Walaupun masih belum memercayai ucapan madam Ros, tapi dia merasa harus waspada.

            Reza menerawang wajah Wenda, kemudian berkata, “mungkin kamu harus tahu ini supaya kamu mau membantuku. Sebenarnya, bagi vampir yang mempunyai saudara kembar manusia, dia bisa mendapatkan kekuatan kekal dengan meminum darah saudara kembarnya.”

            “Apa?!” pekik Wenda.

            “Makanya, jika dia tahu tentang ini, dia pasti mengincarku.”

            “Lalu aku? Apa dia nggak mengincarku?”

            “Tidak. Dia hanya butuh kemampuanmu, bukan darahmu, apalagi nyawamu. Justru vampir akan melindungimu, karena kamu spesial bagi mereka.”

edededede

            “Semalam kamu pergi kemana?” tanya Ara pagi harinya di sekolah.

            “Ke Festival Starlitnight,” jawab Wenda tanpa mau mrnceritakan lebih lanjut, terlebih tentang dia yang pergi ke apartemen.

            “Sendirian?”

            “He-em.”

            “Kak Bisma itu orangnya baik. Kenapa sih kamu kayak nggak seneng pacaran sama kak Bisma? Apa kamu punya gebetan lain?”

            “Ara,” tegur Wenda pelan.

            “Iya, iya. Maaf.

            Diam sejenak. “Tadi malam kak Bisma nelpon.”

            “Trus kamu angkat?” tanya Wenda spontan dengan cepat.

            Ara menggeleng.

            Bertepatan dengan itu, Riri datang. Dia langsung menaruh tasnya di kursinya, lalu menghampiri Wenda yang duduk di kursinya sendiri.

            “Wen, semalem kak Bisma nelpon aku. Emang kenapa sih?” tanya Riri yang tak tahu permasalahan hati antara Bisma dan Wenda.

            “Kamu angkat, nggak?” tanya Wenda dengan ekspresi yang sama seperti tadi.

            “Enggak,” geleng Riri. “Soalnya aku lagi sama kak Rafa sih.”

            Wenda menghela napas. Persis seperti dugaannya, Riri tidak akan mau diganggu kalau sedang bersama Rafael.

edededede

--------------


*Bersambung*

No comments:

Post a Comment