04.28
AM.
Prang! Dyarr! Brakk! Brukk! Prang!
Soo Jung terbangun saat mendengar suara
gaduh. Matanya terasa berat karena baru dua jam tidur. Dia saja belum sempat
mengganti pakaiannya.
Soo Jung sudah berusaha meredam suara itu dengan menutup
kepalanya menggunakan bantal, namun tidak berhasil. Suara-suara itu tidak mau
berhenti.
Soo Jung terduduk. Matanya yang sulit
terbuka tadi, sekarang sudah tidak bisa ditutup lagi. Dia tetap duduk di
ranjangnya sampai suara gaduh itu hilang. Beberapa saat kemudian, setelah
suasana menjadi sunyi, Soo Jung bangkit lalu berjalan keluar kamar menuju dapur
dimana suara gaduh tadi berasal.
Dihampiri ibunya yang terduduk di lantai
seraya menangis tanpa suara. Soo Jung merangkul pundak mamanya. Dia sudah tidak
tahu lagi harus mengatakan apa pada mamanya untuk menenangkannya. Sudah hampir
dua minggu kedua orang tua Soo Jung selalu bertengkar. Dia tidak pernah tahu
apa masalahnya. Namun, dari yang ia lihat, masalah berasal dari ayahnya.
Dengan tangan bergetar, perlahan mamanya
menunjukkan secarik kertas pada Soo Jung. Soo Jung mengambil kertas itu, lalu
membacanya. Baru pertama membaca tulisan yang berukuran besar yang berada
paling atas, mata Soo Jung langsung membola. Dia sangat terkejut. Surat itu
adalah surat perceraian. Ayahnya akan menceraikan ibunya.
“Apa yang harus ibu lakukan, Soo Jung?”
tanya ibunya Soo Jung pasrah.
“Ikuti saja maunya. Dengan begitu, ibu tidak
akan disiksa lagi,” jawab Soo Jung. Di samping sisi dia bersyukur dengan
perceraian itu. Karena dengan demikian, ibunya tidak lagi disiksa oleh
anyahnya. Namun, di sisi lain, tidak ada seorang anak yang ingin keluarganya
terpecah.
“Tapi, ibu disiksa memang karena kesalahan
ibu,” ujar ibunya Soo Jung.
“Kesalahan apa?! Selama ini ibu selalu
menuruti perkataan ayah. Ayah selalu pulang lembur pun ibu tidak marah atau
bertanya macam-macam. Tapi, kenapa ibu yang salah, hah?” tanya Soo Jung
setengah emosi dengan perbuatan ayahnya.
“Kamu tidak mengerti, Soo Jung.”
“Tidak mengerti apa?! Aku melihat sendiri,
bu. Ayah memukul ibu. Dan itu tidak hanya sekali.”
“Soo Jung…”
“Ibu! Beritahu aku dimana kapsul waktu itu,”
pinta Soo Jung.
“Tidak bisa,” jawab ibunya.
“Kenapa? Ibu bilang kapsul waktu itu bisa
memperbaiki hubungan kalian yang berantakan.”
“Tapi, aku tidak bisa memberitahu kamu, Soo
Jung-a. Kalau ayahmu sadar, dia pasti membuka kapsul waktu itu sendiri.”
“Ayah tidak akan membuka kapsul waktu itu.
Dia pasti tidak ingat. Sekarang kerjaannya selalu mabuk-mabukkan. Jadi, ibu
beritahu saja aku dimana letaknya. Biar aku yang memberikan pada ayah.”
Ibunya terdiam sambil tertunduk.
“Ya sudah kalau ibu tidak mau
memberitahuku!” bentak Soo Jung yang langsung berlari keluar.
y y y
Dengan pakaian kantornya, dia terus berlari
sambil menangis. Saat dia tiba di pinggir pantai yang letaknya tak jauh dari
rumahnya, dia berhenti. Dia duduk di pinggir pantai itu sambil terisak.
Soo Jung mendekap kedua kakinya, lalu
menyembunyikan kepalanya. Dia masih menangis. Dini hari yang sangat dingin
karena hembusan angin pantai tak terasa baginya. Rasa sakit di dadanya lebih
besar dibanding hawa dingin yang menusuk tulang. Dia tidak pernah merasakan
rasa sakit seperti ini sebelumnya.
Soo Jung mengangkat kepalanya saat udara
hangat merayapi tubuhnya. Di laut yang sangat jauh, terlihat matahari mulai
membumbung. Cahaya oranye mulai mewaranai langit gelap. Suara desiran angin dan
ombak laut yang Ha Won tidak dengar tadi karena terus menangis, sekarang
terdengar jelas. Dia ingin hidup baru, seperti malam yang selalu digantikan
oleh matahari sehingga datanglah hari baru.
Dia ingin keluarganya tetap seperti dulu, dimana ayah yang
ramah selalu membuatnya dan teman-temannya tersenyum, dimana ayahnya selalu
memberikan hadiah istimewa pada ibunya walaupun sederhana, dimana ibunya yang
setiap hari memasak hidangan yang lezat sampai membuatnya dan ayahnya tidak mau
makan di luar, dimana keluarga yang hangat selalu berbagi kasih sayang. Namun, Soo
Jung tidak tahu harus melakukan apa untuk mewujudkan itu kembali.
Kemudian Soo Jung mengingat perkataan ibunya saat dia baru
beranjak remaja. Saat Soo Jung menceritakan kalau dia dan teman-teman
sekelasnya membuat kapsul waktu, dan akan dibuka 10 tahun kemudian, ibunya
mengatakan kalau ia dan ayahnya juga punya kapsul waktu. Namun, kapsul waktu
mereka berbeda. Ayah dan ibunya membuat kapsul waktu karena jika suatu saat
nanti mereka bertengkar, kapsul waktu itu bisa membantu.
“Bodoh,” gumamnya karena saat rumah tangga ibunya
berantakan, Soo Jung menanyakan keberadaan kapsul waktu itu, namun ibunya tidak
mau memberitahukannya.
“Seandainya ada keajaiban,” gumamnya lagi.
Tiba-tiba Soo Jung mengedipkan matanya karena kesilauan
melihat pantulan cahaya dari sebuah benda yang berada agak jauh darinya.
Penasaran, dia mendekat untuk mencaritahu
“Apa itu?” tanya Soo Jung, kemudian mengambil benda yang
sepertinya terbuat dari logam. Dia mengelus benda kecil itu untuk menghilangkan
pasir-pasir yang melekat. Benda yang tadi sesekali terkena ombak, rupanya
adalah sebuah kalung.
“Hwaah…” desah seseorang.
Sung Ha Won menoleh dan mendapati seorang pria yang
sepertinya berusia 20 tahunan sedang meregangkan tubuhnya.
“Terimakasih ya,” ucap pria itu melambai pada Soo Jung.
Kemudian dia melangkah lebih dekat pada Soo Jung. “Setelah sekian lama
tenggelam di dasar lautan, akhirnya kalung ini bisa berhasil ke daratan, dan
kamu yang menemukanku. Pegal rasanya harus berada di satu tempat tanpa manusia,
hanya ikan-ikan. Aku jadi tidak bisa apa-apa. Tidak menyenangkan.”
“Siapa kamu? Apa maksud perkataanmu?” tanya Soo Jung
bingung.
“Oh iya, kita perkenalan dulu. Aku Jung Shin. Kalau kamu?”
“Aku Soo Jung. Jung Soo Jung.”
“Jung Soo Jung?! Lucu. Nama depan dan belakangmu sama. Kalau
dibalik tetap sama saja. Hihi..” Jung Shin langsung berhenti tertawa saat
melihat ekspresi Soo Jung yang tak berniat bercanda.
“Salam kenal Sung Ha Won. Nice to meet you,” ucap Jung Shin kemudian
seraya tersenyum sumringah.
“Apa kamu tinggal di dekat sini?” tanya Soo Jung.
“Tidak. Aku tinggal jauuuuuh sekali. Kamu juga tidak akan
bisa ke sana. Dan kamu mungkin tidak percaya, aku bukan manusia…. Tapi aku
bukan hantu. Orang-orang sering bilang aku jin. Tapi aku bukan jin. Apa ya
namanya? Pokoknya aku bukan manusia,” ujar Jung Shin seperti berbicara sendiri.
“Kenapa?” tanya Jung Shin heran karena melihat ekspresi Ha
Won yang datar. Padahal biasanya orang lain akan histeris atau tidak percaya.
Tapi tatapan datar Soo Jung berbeda.
“Apa kamu punya kekuatan? Maksudku, yang tidak dimiliki
manusia,” tanya Soo Jung dengan tatapan mata yang tidak berubah. Oleh karena
itu, Jung Shin menganggung pelan sambil mengernyitkan kening.
“Apa kekuatan itu bisa merubah hidup manusia jadi lebih
baik?” tanya Soo Jung lagi. Kali ini dengan tatapan antusias.
“Hmm… Tergantung. Kekuatanku ini namanya menjelajahi waktu.
Setiap manusia yang mendapatkan kalung ini bisa melihat masa lalu yang mereka
inginkan. Tapi, mereka hanya bisa menggunakannya sekali.”
“Hanya itu?”
“Iya. Tidak spesial ya? Tapi, aku harap kamu tidak membuang
kalung itu di laut. Aku tidak mau berada di lautan bersama ikan-ikan. Mereka
tidak seseru manusia.”
“Menjelajahi waktu,” gumam Ha Won yang terlihat sedang
berpikir. “Berarti aku punya kesempatan itu dong.”
“Tentu saja,” jawab Jung Shin mantap. “Tunggu. Maksudmu,
kamu mau menggunakan kesempatan ini?” tanyanya sedikit tidak percaya karena dia
pikir Soo Jung tidak ingin menggunakan kesempatannya.
Soo Jung menjawabnya dengan anggukan.
“Aku betulan bisa, kan pergi ke masa lalu orang lain?” tanya
Soo Jung memastikan sekali lagi setelah mereka bercakap-cakap tentang kalung
itu.
“Iya, selama kamu memikirkan kejadian itu. Tapi, kamu harus
yakin kalau kejadian itu benar-benar terjadi. Karna jika itu tidak benar-benar
terjadi, maka kamu tidak bisa kembali ke masa lalu.”
Soo Jung mengangguk mengerti.
“Oh iya, wajahmu tidak boleh dilihat oleh orang-orang di
masa lalu. Jika itu terjadi, kamu akan langsung kembali ke sini walaupun
waktunya belum habis.”
“Kalau begitu…” Soo Jung langsung membuka lacinya. Dia
mengambil kacamata hitam besar yang bisa menutupi setengah wajahnya. “Apa
begini boleh?”
“Hmm… Tidak begitu jelas,” ucap Jung Shin memperhatikan
wajah Soo Jung. “Boleh. Ingat, waktumu cuma satu jam.” katanya lagi.
“Tapi, bagaimana kalau ternyata aku kembali dua, tiga atau
beberapa jam sebelum kapsul waktu dikuburkan?”
“Itu tidak mungkin.”
“Araseoyo.” Setelah itu, Soo Jung memikirkan kejadian di masa
lalu yang ingin ia datangi.
---------------------
Bersambung
Sebelum lanjut ke part berikutnya, baca dulu :
No comments:
Post a Comment