Reza mengeluarkan selembar kertas
dari laci yang sudah kusut, namun masih terlihat jelas apa yang tergores di
kertas itu. Sketsa kakek Kirman, kakeknya Wenda.
~Flasback
On~
Seorang pria berbadan tinggi besar
berdiri dihadapan seorang bocah laki-laki yang duduk di kursi yang lumayan
tinggi sehingga tinggi keduanya tidak jauh berbeda. Dari jubah hitam besar yang
pria itu kenakan, dia mengeluarkan secarik kertas yang terlipat.
“Cari keturunan orang ini, si
manusia spesial,” ujar pria itu seraya memberikan secarik keras pada anak laki-laki
yang tak lain adalah Reza kecil. Umurnya sekitar 10
tahun.
“Dia akan membantumu selamat.”
Reza kecil itu membuka
lipatan-lipatan kertas. Terlihat gambaran seorang kakek-kakek dengan latar
belakang sebuah rumah. Setelah mengamati gambar itu, Reza kecil mengangguk.
Pria itu mengelus kepala Reza kecil.
“Sekarang ayah tidak bisa mengunjungimu lagi.
Jadi, kamu harus bisa mandiri mulai dari sekarang. Mengerti?”
“Mengerti, ayah,” jawab Reza kecil
pada pria yang merupakan ayahnya itu. Reza kecil yang sudah diberitahu segala
kejadian-kejadian yang mungkin akan menimpanya kelak, tidak terkejut lagi saat
ayahnya berkata demikian.
“Kalau begitu ayah pergi,” ucap ayah
Reza.
Reza kecil hanya bisa melihat
kepergian ayahnya yang sudah tidak bisa ia temui lagi. Punggung itu, ini
terakhir kalinya dia melihatnya. Reza kecil tidak berkedip melihat sosok sang
ayah hingga hilang dibalik pintu.
~Flashback
Off~
“Kalau
Wenda memang keturunannya kakek ini, berarti dia adalah manusia spesial,” ujar
Reza seraya menatap lekat foto itu. Kemudian dia memasukkannya ke dalam laci
kembali.
Diambilnya jaket lalu dia keluar
dari rumah. Malam ini dia bertekad menemui Wenda.
Sesampai di rumahnya Wenda, mama
Wenda yang membukakan pintu.
“Nak, Reza?” heran mama Wenda,
pasalnya dia tak memesan apapun.
“Wendanya ada, Bu’?” tanya Reza.
Mama Wenda mengernyitkan kening
tanda bingung. Untuk apa Reza mencari anaknya? Pikirnya.
“Ada yang mau saya bicarakan sama
dia, Bu’.”
“Tapi Wenda gak ada di rumah.
Katanya mau pergi ke festival sama temen-temennya.”
“Festival Starlit Night ya, Bu’?”
tanya Reza memperjelas.
“Iya.”
Kemudian Reza pamit. Dia segera
pergi ke Festival Starlit Night.
Mama
Wenda agak heran. Dia bertanya-tanya untuk apa si pengirim barang itu mencarai
anaknya. Tak lama setelah ia masuk ke dalam rumah, kembali seseorang mengetuk
pintu hijau itu.
“Malam,
tante,” sapa Bisma mencium punggung tangan mama Wenda, kebiasaan yang dilakukan
Bisma saat bertemu dengan mama Wenda.
“Cari
Wenda ya?”
“Iya,
tante. Wendanya ada?”
“Pergi ke
Festival sama temannya.”
“Temannya
yang mana ya, tante?” tanya Bisma yang khawatir kalau Wenda pergi bersama
Dicky.
“Wendanya
nggak bilang tuh. Tapi, sama siapa lagi dia pergi? Pasti sama Ara dan Riri.”
“Oh,
kalau gitu saya nyusul mereka dulu ya, tante.”
Mama
Wenda mengangguk.
Kembali
Bisma mencium punggung tangan mama Wenda.
edededede
Wenda memasuki Festival. Dia tidak
bersama teman-temannya seperti yang dikatakan mamanya pada Reza tadi. Dengan
wajah resah, Wenda menghampiri tempat madam Ros. Namun saat dia tiba, tenda
madam Ros sudah tidak ada. Lokasinya kosong.
“Kemana Madam Ros?” pikir Wenda,
yang melanjutkan mencari ke tempat lain.
Wenda berkeliling arena festival
untuk mencai keberadaan madam Ros, namun ia tak kunjung menemukannya.
Tap!
Tiba-tiba seseorang menepuk
pundaknya dari belakang saat ia berhenti sesaat karena lelah.
“Reza?” tanya Wenda heran saat dia berbalik
untuk melihat seseorang yang menepuk pundaknya.
“Ada yang mau aku bicarakan.
Tapi, nggak disini.”
Wenda
menatap Reza tajam.
“Jangan
khawatir. Aku nggak ada niat apa-apa kok. Hanya saja, aku ngerasa kamu lagi
dibuntuti.”
edededede
--------------
*Bersambung*
No comments:
Post a Comment