Ulasan part sebelumnya
Rupanya
Dicky ada di belakang sekolah. Dia berduel dengan Ham, Mulda, dan Rangga.
Dilihat dari jumlah, memang tidak seimbang, tapi menurut Dicky sudah seimbang,
karena dia masih memiliki kekuatan marmetu manis.
Ham
menyerang terlebih dahulu. Tanpa ragu ataupun takut, Dicky menangkis serangan
Ham. Mulda juga ikut menyerang bersamaan dengan Rangga. Beberapa serangan dari
mereka mampu Dicky atasi. Dicky juga beberapa kali balas menyerang. Dengan
kekuatan mereka yang sepertinya seimbang, tak ada dari mereka yang roboh
ataupun terluka terkena serangan. Namun, sayang, keseimbangan kekuatan mereka
hanya bertahan setengah jam. Dicky, yang entah mengapa, energinya berkurang.
“Sial! kenapa aku lelah? Dan juga panas
matahari ini serasa terbakar. Apa jangan-jangan kekuatan marmetu manis sudah
mulai memudar?” batin Dicky. Dia berhenti menyerang. Dadanya naik turun.
Ham, Mulda, dan Rangga merasakan energi Dicky sudah menurun. Mereka tersenyum
meremehkan.
“Sepertinya,
kamu udah nggak mampu menyerang kami. Mau menyerah, atau kita lanjutkan pertarungan ini?”
“Nggak mungkin aku menyerah. Tapi, panas
ini... Aku sungguh nggak tahan.”
Dicky tidak mau menyerah,
namun dia tidak sanggup lagi melanjutkan pertarungan. Akhirnya, Dicky
memutuskan untuk melarikan diri. Walaupun dia tahu ini adalah tindakan yang paling
pengecut, tetapi hanya ini yang dapat dia lakukan.
“Wah, dia kabur!” teriak
Mulda.
“Kita kejar?”
“Enggak perlu. Kita urus yang di sini dulu.”
Part 19 Marmetu
Manis
Ketiga vampir itu bukannya
mengejar Dicky, tetapi malah menghampiri seseorang yang diam-diam bersembunyi
melihat pertarungan mereka.
“Agrh!” teriak Nindi tercekat, seolah suaranya pun takut
untuk di keluarkan saat mereka berada dihadapannya. Dia sudah tahu apa
sebenarnya mereka.
“Jangan takut, kita nggak bakal ngapa-ngapain kamu kok,”
ucap Ham seraya mengelus pipi Nindi dari atas hingga bawah.
Glek!
Nindi menelan ludah dengan susah payah. Tubuhnya bergetar hebat. Keringat
dingin pun keluar dari tubuhnya. Jantungnya berpacu dengan kencang
“Asal, kamu mau bantu aku,” lanjut Ham.
“Mau tidak?” tanya Rangga karena Nindi tak menjawab.
“Ba...ba...ba...bantu apa?”
Ham mengambil ponsel yang digenggam Nindi. Dia
menggantungkannya di depan mata Nindi.
edededede
Dicky
yang kemarin kelelahan dan kemampuan bertahan terhadap sinar matahari berkurang,
sekarang sudah mulai membaik setelah beristirahat. Rasa lelahnya memang sudah
hilang, namun paparan sinar matahari sedikit mengganggunya. Walaupun tidak
apa-apa saat terkena sinar matahari, tapi rasanya lebih panas dari biasanya.
Dia tahu ini akan terjadi. Mendekati 100 hari sedikit demi sedikit kemampuan
hebat marmetu manis akan menghilang.
Dicky
tampak ragu untuk duduk di bangkunya. Tentu saja, bangku yang selama ini dia
tempati berada di dekat jendela yang jika masih pagi seperti ini, sinar
matahari akan masuk. Wenda melihat keraguan Dicky.
“Mau
tukar tempat?” tawar Wenda. “Hari ini aku pengen duduk di dekat jendela. Mau
cari suasana baru. Lagi suntuk nih,” lanjutnya seraya tersenyum.
Mereka
pun bertukar tempat.
“....kamu
harus menghindari vampir-vampir ini. Ham, Mulda, Rangga, dan Dicky.”
Kalimat
madam Ros kembali terngiang di telinganya. Walaupun selama ini Wenda terkesan
sudah menghindari Dicky, namun sebenarnya dia tidak ingin menghindarinya.
Menurutnya Dicky itu baik. Ataukah mungkin Wenda menyukai Dicky? Namun karena
dia ada ikatan dengan Bisma, dia berusaha menghindari Dicky?
edededede
Jam
istirahat.
Mendapat
aba-aba dari Ham, Nindi memulai aksinya. Dia menghampiri Lutfi dan Atika.
“Girls,
kalian tau, nggak? Kalau selama ini kita ditipu oleh Dicky?” tanya Nindi.
Terdengar jelas dari nada suaranya kalau Nindi masih ketakutan. Tapi,
teman-temannya tak menyadari itu.
“Maksudmu
apa, Nin?”
“Lihat
ini!” Nindi menunjukkan ponselnya.
Lutfi
dan Atika langsung shock melihat foto
tersebut.
“Ternyata
Dicky adalah vampir.”
Kemarin,
saat Nindi tak sengaja lewat dan melihat pertarungan vampir-vampir itu, dia
sempat memfoto-foto mereka. Foto yang diperlihatkan ke teman-temannya itu
tentunya hanya foto Dicky. Ham menyuruh Nindi melakukan itu, agar orang-orang
tahu identitas dia sebenarnya. Jika orang-orang tahu bahwa Dicky adalah vampir,
maka orang-orang akan berusaha menyingkirkannya. Sehingga kesempatan Ham lebih
besar untuk mendapatkan marmetu manis.
Awalnya
mereka tak langsung percaya, namun karena pintarnya Nindi berbicara, mereka
akhirnya percaya. Tak butuh waktu lama, informasi tersebut langsung menyebar ke
semua murid. Di kantin, toilet, di taman, di lapangan, di perpustakaan, bahkan
di lorong-lorong sekolah pun, yang penting ada murid yang sedang ngumpul di sana,
mereka membicarakan satu topik, yaitu “Dicky Si Vampir”.
Mereka
jadi takut saat melihat Dicky. Namun, dari tatapan mereka, ada juga rasa ingin
membunuh vampir itu agar tidak menghisap darahnya.
Wenda
yang juga mendengar berita tersebut segera mencari Dicky yang tiba-tiba
menghilang.
Hap!
Seseorang
menarik tangan Wenda.
“Nyari
seseorang?” tanya Bisma. Dia curiga kalau sekarang Wenda sedang mencari Dicky.
“Kak
Bisma?!”
“Apa
kamu nggak takut dengan dia?”
“Maksudnya?”
tanya Wenda pura-pura tak mengerti.
“Jujur,
aku nggak mau percaya kalau kamu selingkuh sama dia. Tapi, kalau pun iya, aku
nggak mau. Karena aku takut dia akan membahayakanmu.”
“Selingkuh?”
Kali ini Wenda benar-benar tidak mengerti.
“Aku
nggak mau kamu jadi makhluk seperti dia juga. Jadi, aku mohon tetaplah di
sampingku dan tua bersama,” pinta Bisma. Dia ingat film Twilight dimana Bella
yang menyukai vampir akhirnya berubah menjadi vampir juga.
Tiba-tiba
terdengar suara teriakan. Semua murid berlari kearah asal suara. Begitu pula
Wenda dan Bisma.
“Ada
apa?”
“Dicky
membunuhnya.”
“Dicky
menggigitnya.”
Salah
satu murid meninggal dunia dengan bekas luka gigitan dilehernya. Semua murid
langsung berspekulasi bahwa pelakunya adalah Dicky.
Segera
Wenda hendak mencari Dicky kembali. Namun, Bisma menahannya dengan menggenggam
lengannya.
“Kamu
lihat, kan? Dicky berbahaya.”
“Dia
nggak berbahaya. Pasti bukan Dicky pelakunya.”
“Dari
mana kamu yakin? Dicky itu vampir.”
“Enggak!”
seru Wenda seraya melepas genggaman Bisma. Kemudian dia pergi menjauh kerumunan
orang-orang. Bisma tak dapat mengejarnya lagi.
~Flasback to Two Night Ago~
Di jalan
rumahnya sepulang dari apartemen Reza, Wenda merasakan hawa yang berbeda. Dia
teringat kalimat Reza yang mengatakan bahwa ada vampir yang mengikutinya.
Walaupun vampir itu tidak mengincar darahnya, tapi tentu saja Wenda tetap
takut. Dengan cepat Wenda melangkahkan kakinya agar segera tiba di rumah.
Sesampainya
di rumah, dia langsung mengunci pintu dan masuk ke dalam kamar. Kamarnya juga
langsung ia kunci.
Kresek...
Angin
malam masuk melalui jendela yang tiba-tiba terbuka. Agak takut, Wenda menutup
kembali jendelanya dan tak lupa menguncinya. Ketika ia berbalik...
“A... agh..”
Mulut Wenda didekap.
“Ssstt...
Aku nggak bakal ngapa-ngapain kamu. Jadi, diam ya.”
Wenda
mengangguk. Kemudian orang itu melepaskan tangannya dari mulut Wenda.
“Maaf
kalau aku masuk diam-diam ke sini. Aku tahu kamu sudah tahu aku siapa. Dan aku
juga tidak tahu apa yang kamu bicarakan dengan orang yang mirip Ham. Wah, aku
terkejut sekali waktu lihat dia. Mereka berwajah mirip, tapi mereka makhluk
berbeda. Terlepas dari itu, aku mohon, jangan menghindariku. Sudah berapa
banyak yang kamu tahu tentang makhluk sepertiku?”
“Hampir
semua.”
“Kalau
gitu, bisa nggak kamu berpihak kepadaku?”
Wenda
tak langsung menjawab.
“Aku
harap kamu berpihak padaku karena aku nggak mau hidup dengan meminum darah
manusia. Bahkan darah hewanpun aku tidak mau. Jadi, agar aku bisa hidup tanpa
harus meminum darah, aku sangat membutuhkan marmetu manis, karena sangat
mustahil bagi vampir untuk menjadi manusia. Lagi pula, Ham itu bukan vampir
yang baik. Kita tidak tahu apa yang akan dia lakukan dengan kekuatan dari
marmetu manis.”
~Flashback Off~
--------------
*Bersambung*
No comments:
Post a Comment