Cuplikan Part Sebelumnya
Mereka
akhirnya tiba disebuah restoran yang cukup mewah. Restoran ala Italia yang
menyajikan berbagai macam makanan khas Italia. Wenda sempat tercengang melihat
interior restoran yang sangat bagus nan mewah. Wenda sempat bertanya-tanya,
seberapa kayak Dicky sampai mengajaknya makan di sini. Bisma saja yang juga
terbilang kaya tidak pernah mengajaknya makan di sini. Ah, itu karena Wenda
tidak tahu saja kalau Bisma mengikuti gaya sederhananya.
“Mau
makan apa?” tanya Dicky pada Wenda. Mereka sama-sama memegang buku menu.
“Terserah
kamu aja,” jawab Wenda menelan ludah karena shock
melihat harga makanan per porsinya.
“Kalau
begitu spagheti saus tiram dua. Dan untuk minumannya lemon juice aja.”
Pelayan
itu pun kembali ke belakang setelah mencatat pesanan Dicky.
Dari
bangku lain segerombol orang sedang memperhatikan mereka.
Part 13 Marmetu
Manis
“Girls,
itu Wenda, kan?” tanya Nindi pada Lutfi dan Atika.
“Iya,
itu Wenda, tapi siapa yang bareng dia ya? Kayak bukan Bisma.”
“Bukannya
itu murid baru di kelas X yang masuk olimpiade bareng Bisma itu?” tebak Lutfi
yang tepat sasaran.
“Oh iya!
Kenapa mereka makan berdua? Jangan-jangan...” belum sempat Atika melanjutkan
ucapannya, Nindi sudah memotognya.
“Girls,
aku punya rencana,” ucapnya seraya tersenyum licik.
“Rencana
apa?”
edededede
Bisma
berada di ruang OSIS sendirian. Dia sedang memeriksa laporan yang dikerjakan
oleh anggota OSIS mengenai kegiatan yang akan diselenggaran bulan depan.
Tak lama
kemudian, seseorang masuk.
“Pangsitnya
ada, Tom?” tanya Bisma. Tadi dia memesan pangsit pada Tom.
“Nindi?”
heran Bisma saat orang yang masuk bukan Tomy, melainkan Nindi. “Ngapain kamu
kesini?”
“Emangnya
yang bukan pengurus OSIS nggak boleh kesini?”
“Bukannya
begitu... Ada urusan apa sih?”
“Enggak.
Cuma mau tanya aja. Kamu cinta banget ya sama Wenda?”
“Kenapa
tanya begitu? Jawabannya udah jelas. Aku cinta banget sama dia,” jawab Bisma
dengan agak kesal karena dia malas berurusan dengan Nindi. Bisma tidak suka
sikap Nindi yang kegatelan. Dia tahu kalau selama ini Nindi menginginkannya,
dan menginginkan cowok-cowok populer lain.
“Ck ck
ck.” Wenda berdecak seraya menggelengkan kepalanya. “Mendingan putusin dia aja
deh. Dia itu cuma mau manfaatin kamu. Sebenarnya dia nggak cinta sama kamu. Dia
mau pacaran sama kamu karna mau ngangkat popularitasnya dia aja.”
Kekesalan
Bisma karena Nindi menjelek-jelekkan Wenda membuat Bisma naik darah, namun dia
tidak bisa melakukan apa-apa karena Nindi adalah perempuan. Jika saja dia
laki-laki, pasti sudah babak belur dihajarnya.
“Jangan asal ngomong ya!
Wenda bukan orang yang kayak gitu. Kalau tujuanmu kesini untuk memfitnah Wenda
kayak gitu, kamu nggak bakal bisa bikin aku percaya.” Bisma beranjak dari
duduknya menuju keluar.
“Kalau nggak percaya,
lihat ini!” Segera Wenda menunjukkan foto di HP-nya tepat dihadapan Bisma.
“Aku lihat dengan mata
kepalaku sendiri kalau kemarin mereka makan bareng.”
edededede
Jam
istirahat, Wenda keluar dari kamar mandi setelah mencuci tangan. Saat keluar,
tiba-tiba dia menabrak seseorang. Dia adalah Mulda. Dia mengenakan
seragam yang sama dengan Wenda.
“Maaf. Saya nggak sengaja,” ucap Wenda meminta maaf.
“Enggak apa-apa.”
“Kalau begitu… saya permisi.” Wenda
pun pergi.
Sementara itu, Mulda termenung. Dia seorang vampire yang mempunyai
kepekaan tinggi. Dan dia merasakan aura berbeda pada Wenda.
edededede
Sepulang sekolah, Wenda dan Riri
pergi ke rumah Ara untuk belajar bersama.
“Apaan nih, Ra? Bawang putih? Untuk
apa?” tanya Riri heran saat melihat beberapa bawang putih yang tergantung di
pintu dan jendela.
“Hehehe… Aku nggak tahu buat apa.
Aku ngikut aja apa kata Reza,” jawab Ara.
“Siapa itu, Ra?” tanya Riri.
“Cowok sebelah itu ya?” tebak Wenda
yang tepat sasaran.
Ara menganggung sambil tersenyum
malu.
“Ya ampun, cowok sebelah itu? Iya,
iya, waktu itu Wenda pernah cerita kalau kamu naksir cowok di kamar sebelah…
Jadi, ceritanya sekarang kamu udah deket
nih sama dia?” goda Riri sambil menyenggol Ara.
“Ih, apaan sih, Ri. Nggak gitu juga.
Cuma…”
“Cuma apa?” goda Riri lagi.
“Udahlah, Girls. Nggak usah
ngomongin cowok lagi. Kita ke sini kan tujuannya mau belajar,” tutur Wenda.
“By the way, waktu Dicky nyelametin
kamu, gimana perasaanmu?” tanya Riri. Sekarang giliran Wenda yang digodanya.
“Perasaan apa?” tanya Wenda.
“Udahan deh main-mainnya, Ri.
Waktunya belajar!” Gantian Ara yang menegur.
“Aku nggak main-main. Aku cuma
nanya,” sahut Riri membela diri.
edededede
Dari
tadi Bisma mencoba untuk tidur, namun ia tak bisa memejamkan matanaya. Dia
kepikiran kalimat Nindi yang terakhir.
“Kamu dan Dicky nggak jauh beda. Kalian
sama-sama punya wajah tampan, pandai, kaya dan punya daya tarik. Mungkin
setelah Dicky kelas dua, dia akan seperti kamu. Banyak junior yang mengagumi.
Tapi, sepertinya dia sudah hampir sepertimu soal ke populerannya. Dari yang aku
lihat, banyak siswi kelas X yang mengagumi dia. Dan salah satunya Wenda. Dia
itu cuma mau manfaatin kamu. Jahat, ya dia orangnya.”
Bisma
bangun dan menuju ke balkon. Ditatapnya langit malam. Cahaya rembulan membuat
suasana malam tak begitu gelap.
“Aku yakin Wenda bukan
orang yang kayak gitu,” batinnya. Mencoba tidak mempercayai Nindi.
edededede
Di
ruangan yang gelap dengan sebuah pencahayaan yang remang-remang, seperti biasa
tiga vampire
berkumpul.
“Aku rasa aku nemuin dia,” ujar
Mulda memberitahu.
“Siapa dia?” tanya Ham.
“Namanya Pawenda Putri W.,” jawab
Mulda. Dia tahu nama Wenda karena dia sempat melihat tag nama di baju Wenda.
“Apa kamu kenal,, Ham?”
“Berapa anak yang punya nama kayak
itu?” tanya Rangga.
“Aku nggak tahu ada orang lain yang
punya nama kayak itu atau nggak. Tapi, aku tahu seorang siswi yang punya nama
kayak itu. Kami sekelas.”
“Kalau gitu, besok kita lihat
sama-sama, apa orang yang aku maksud sama dengan orang kamu kenal.”
edededede
--------------
*Bersambung*
No comments:
Post a Comment