Saturday, May 16, 2015

Crazy Night

Malam Minggu ini, saya habiskan di masjid untuk pengajian remes (remaja masjid) sekaligus rapat. Hari ini aku sebut sebagai hari gila, karena sikap beberapa pemuda masjid yang tidak biasa hari ini.

Pertama, ada salah satu teman laki-lakiku yang memakai baju dengan motif dan warna yang lebih mencolok dibanding yang lain. Sebut saja dia si D. Si D ini, selalu senyum-senyum sendiri sambil meliri ke sudut kiri (barisan perempuan). Awalnya aku tidak tahu karena sibuk mengaji. Tapi, setelah aku mengaji, sahabatku bisikki aku.

“Coba lihat si D. Dari tadi senyum-senyum tidak,” bisiknya.

Lalu aku sahabatku memperhatikan dia. Mencari tahu penyebab si D seperti itu.
Aku berpendapat, ada salah satu perempuan di sudut kiri yang dia sukai. Menurutku si Orang Baru. Kenapa aku sebut Orang Baru, karena dia memang baru di situ. Aku juga baru melihatnya. Aku yakin, orang baru itu yang si D lihati, karena kalau yang lain masih pada kecil. Cuma dia yang seumuran (kurang lebih).

Selain senyum-senyum tidak jelas sambil melirik ke sudut kiri, si D mulai CCP. Pura-pura ini lah, itu lah, anu lah. Ada saja alasannya supaya bisa mendekati si Orang Baru. Sikapnya itu kelihatan sekali kalau sedang CCP, apalagi dia jarang mengalihkan pandangannya dari si Orang Baru.

Kedua, temanku yang duduk di depan. Kebetulan yang di depan ada 4 orang. Tiga orang
sibuk berdiskusi, sedangkan yang satu-yang duduknya paling pinggir malah sibuk makan. Mana makannya pake dikasi’ lucu, lagi. Mulutnya dimonyong-monyongin gitu. Banyak yang melihat ke arahnya sambil menahatn tawa, tapi dia tetep PD dengan caranya makan. Mungkin dia lagi ngelawak. Saking asyiknya makan, waktu ditanyai pendapat oleh tiga orang lain, dia cuma manggut-manggut saja.

“Aku mah oke wae, yang penting aku bisa makan,” kataku mendubbing suara hati temanku itu.

Ketiga, juniorku. Sebenarnya dia anak yang baik, pintar, patuh, rajin, dan mungkin suka menabung. Tapi, hari ini, dia agak aneh. Dia duduk bersandar di tiang dengan wajah sedikit lesu… atau ngantuk ya?

“Lamanya ini ndak selesai-selesai. Cepetan. Supaya aku bisa pulang, terus tidur,” kataku mendubbing suara hati juniorku itu.

Terakhir, si Anak yang Paling Muda. Sebenarnya dia tidak bersikap tidak biasa. Tapi, setiap cerita harus punya pesan atau amanat. Nah, aku ambil amanat cerita ini dari si Anak yang Paling Muda. Dia sangat serius mendengarkan Mas-mas-nya bicara, sementara yang lain sibuk dengan cerita masing-masing.


Sikap si Anak yang Paling Muda inilah yang patut di contoh. Kita harus mendengarkan orang di depan kita bicara. Kita harus menghargai mereka.

No comments:

Post a Comment