Friday, June 17, 2016

[Cerbug] Marmetu Manis part 5



Author : Maaf, maaf, maaf.. lewat berhari-hari ya. Kali ini buka karena lupa, tapi karna kuota yang tidak ada. Baru sempat isi hari ini. Baiklah seperti minggu lalu, kalau terlambat aku akan post 2 part.




CUPLIKAN PART SEBELUMNYA


“Kamu duduk di belakang sana saja ya,” tunjuk Bu’ Rahma ke bangku kosong di samping Ara.

            Murid baru itu kemudian duduk di samping Ara. Ara masih melamun tak menyadari kalau ada seseorang yang duduk di sampingnya. Makanya dia terpekik saat menoleh ke samping.

            “Ada apa, Ara? Murid baru itu tidak mengganggumu, kan?” tanya Bu’ Rahma yang telah memulai pelajaran.

            “Mu..Murid baru?!”  pekik Ara dalam hati.



Part 5 Marmetu Manis

            “Ti…tidak, bu’,” jawab Ara kemudian.

           “Lalu kenapa kamu berteriak?” tanya Bu’ Rahma lagi.
           “Emm… tadi…” Ara berpikir. Dia tidak mungkin mengatakan kalau dia terkejut karena tiba-tiba ada seseorang di sampingnya. Dia akan dikira melamun nanti. Walau sebenernya itu benar.

       “Cicak. Ya, tadi cicak tiba-tiba keluar dari laciku,” jawabnya bohong setelah melihat cicak di dinding.

            “Sama cicak saja kok takut. Sekarang kembali perhatikan ibu.”

            “Baik, Bu’.”

            Ara tak lantas memperhatikan Bu' Rahma, dia malah memperhatikan orang di sampingnya tanpa berkedip. Wajahnya mirip dengan pemuda di kamar sebelah.

           “Kenapa?” tanya Ham seraya menoleh. Dia risih jika terus dilihati seperti itu.
  
        Ara tersentak. Matanya mengerjap dua kali. “Nama kamu siapa?” tanya Ara kemudian.

            “Kamu nggak dengar aku memperkenalkan diri tadi?”

            Ara tersenyum malu sambil meminta maaf.

            “Panggil aja aku Ham,” kata pemuda menyebutkan nama panggilannya.

           “Oh… Ham.” Ara mengangguk. Kemudian dia tak memandangi wajah pemuda itu lagi.
   
         “Mereka berbeda. Tapi, kenapa wajahnya mirip?” pikir Ara. Walaupun dia tidak tahu siapa nama pemuda kamar sebelah, tapi wajah mereka tidak mirip 100%. Yaah, walaupun mereka hampir mirip 100%. Tatapan matanya berbeda dengan tatapan mata pemuda kamar sebelah. Pemuda kamar sebelah memiliki tatapan yang lembut, makanya Ara sering luluh hanya melihat tatapan matanya. Sedangkan pemuda di sampingnya ini, tatapannya sangat dingin. Bahkan Ara bisa merasakannya hingga ke jantungnya yang langsung membeku saat melihat tatapan matanya.

edededede
     
       Jam istirahat, seperti biasa Wenda, Ara, dan Riri pergi ke tempat basket yang dihari itu anggota basket sedang latihan. Tetapi, Rafael tak terlihat ada di sana. Kemudian Riri menghampiri salah satu anggota basket. Dia bertanya kemana Rafael. Dengan sikap yang aneh, anggota basket itu menjawab bahwa Rafael sedang dipanggil ke ruang guru. Kemudian, dia buru-buru melanjutkan latihannya.

            “Ya, udah lah. Kita ke kantin aja yuk,” ajak Wenda.

Mereka pun pergi ke kantin. Pangsit yang merupakan makanan favorit mereka telah berada di depan mereka setelah beberapa saat menunggu. Wenda pun melahap makanan yang terlihat yammi itu. Namun, Riri dan Ara terlihat tak nafsu makan. Mereka bahkan hanya mengaduk-aduk mie-nya.

“Teman-teman, aku pergi ke kelas kak Rafa dulu ya,” pamit Riri.

“Ngapain? Bukannya tadi teman basketnya bilang kalau dia ke ruang guru?” tanya Wenda.

“Iya, tapi nggak tahu kenapa aku khawatir. Aku mau ngecek dulu ke kelasnya.” Riri pun pergi dari kantin. Dia merasakan kejanggalan saat Dodo-orang yang dia tanyai tadi menjawab. Agak mencurigakan menurutnya.

“Ra, kamu kenapa?” tanya Wenda saat melihat Ara hanya mengaduk-aduk mie-nya.

“Hah?” Ara terlonjak. Kemudian dia menghela nafas berat.

“Wen, aku ngerasa Ham, si murid baru itu wajahnya mirip sama yang tinggal di kamar sebelahku,” ujar Ara kemudian.

“Yang selalu keluar setiap malam itu?” tanya Wenda memastikan.

“He-eh,” angguk Ara.

“Bicarakan tentang kamar sebelah, tadi malam aku ngerasa aku telah ngelakuin hal yang memalukan,” ujar Ara dengan lesu.

“Hal yang memalukan gimana?” tanya Wenda.

Kemudian Ara menceritakan kejadian semalam dengan rinci.

edededede

            Saat Riri telah tiba di kelas Rafael, segera ia bertanya pada teman-teman Rafael yang kebetulan duduk di depan kelas. Yaah, walaupun dia malu karena dia masih junior, tapi dia mengkhawatirkan Rafael.

            “Kak, maaf. Boleh aku bertanya?” Riri meminta izin sebelum bertanya.

     “Tanya apa?” tanya salah satu senior perempuan tanpa menoleh karena sibuk memainkan gadget-nya itu.

           “Kak Rafael di mana ya?”

            Entah apa yang salah dengan pertanyaan Riri, semua teman kelas Rafael yang duduk di bangku itu menoleh dengan tatapan terkejut, dan tak ada seorang pun yang menjawab pertanyaannya. Setelah Riri mengulangi pertanyaannya, barulah ada yang merespon.

            “Kamu nyari Rafael?” tanya seseorang dari belakang.

            “Iya, kak. Dimana ya dia sekarang?” tanya Riri setelah menoleh.

      Senior yang bernama Ninda tersenyum sinis. “Ck, kasihan ya,” katanya sambil menggeleng.

           “Maksudnya?” tanya Riri yang tak tahu maksud ucapan Ninda.

            “Kamu kasihan. Semua teman Rafael tahu kalau dia sekarang sakit. Tapi, kamu yang pacarnya malah nggak tahu,” terang Ninda dengan membubuhi senyum sinisnya.

            “Apa?! Kak Rafa sakit?” pekik Riri.

edededede

          Sepulang sekolah, Riri langsung ke rumah Rafael. Dia ingin mengetahui apakah Rafael benar-benar sakit.

           Ting…Tong….

            Riri memencet tombol rumah Rafael. Tak lama kemudian pintu terbuka.

            “Kak Rafa ada, tante?” tanya Riri pada seseorang yang menurutnya ibu Rafael.

            “Ada, nak. Kamu ini…orang yang di foto itu, kan, pacarnya Rafael?” tanya tante Vina memastikan. Dia pernah melihat foto Riri terpajang di kamar Rafael. Tampak wajah bahagia melihat Riri. “Ayo, masuk. Dia lagi istirahat.” Tante Vina mengantarkan Riri ke kamar Rafael.

            Benar. Rafael sedang tidur dengan wajah yang pucat karena sakit.

            “Aku tinggal dulu, ya.” Tante Vina memberikan mereka privasi.

            “Iya, tante. Terimakasih.”

            Setelah tante Vina pergi, Riri mendekat ke ranjang Rafael. Dia menatap Rafael dalam. Tak lama kemudian, Rafael bangun dan mendapati Riri telah ada di depannya.

            “Riri?!” Rafael terkejut.

            Tes. Air mata Riri yang ia tahan sejak tadi akhirnya terjatuh. Kemudian dia duduk di pinggir ranjang Rafael dan memukul pundak pemuda itu dengan pelan.

--------------


*Bersambung*

No comments:

Post a Comment