Tuesday, June 7, 2016

[Cerbung] Marmetu Manis part 3


            Pukul 18.00

            Ara dengan masih mengenakan seragam sekolahnya menaiki tangga apartemen. Di tangan kanannya menenteng payung berwarna ungu yang basah.


Setiap pulang sekolah, dia tak langsung pulang melainkan bekerja paruh waktu terlebih dahulu. Dia sudah melakukan ini hampir dua tahun setelah orang tua angkatnya menyuruhnya tinggal di luar rumah. Sebenarnya, orang tua angkat Ara menyuruhnya tinggal di apartemen yang lebih besar, namun Ara menolak. Uang yang diberikan oleh orang tua angkatnya tak pernah ia sentuh sedikitpun. Padahal uang itu cukup banyak. Jika dia mau, dia bisa mengambilnya untuk kebutuhan sehari-hari, dan itu masih ada lebihnya. Ya, orang tua angkat Ara sangat kaya. Mereka mengadopsi Ara karena mereka tidak memiliki anak. Namun, setelah mereka memiliki anak kandung, Ara disuruh tinggal di tempat lain. Untungnya mereka masih mempunyai kebaikan. Mereka tetap memfasilitasi Ara. Tetapi Ara terlanjur sakit hati. Tega sekali mereka membuangnya setelah mendapatkan yang baru, yang mereka inginkan.

            Beberapa anak tangga lagi, Ara akan sampai di kamar apartemennya.


            “Apa dia pergi dihujan seperti ini?” pikir Ara sambil berjalan.

            Beberapa detik kemudian, seorang pemuda berjalan menuruni tangga. Dia orang yang sedang dipikirkan Ara. Kamar pemuda itu tepat di samping kamarnya. Entah sejak kapan Ara menjadi pengagum rahasia pemuda itu. Mereka sering berpapasan di tangga itu di jam yang sama. Walaupun mereka tetangga, dan walaupun mereka sering berpapasan, Ara tak tahu nama pemuda itu.

edededede

Sebuah ruangan yang sangat gelap dan terisolasi karena tak ada celah atau jendela satupun. Lampu yang berpijar pun hanya satu dan remang-remang, tak cukup untuk menerangi seluruh ruangan. Di sana ketiga vampire sedang berunding.

            “Kamu yakin kita harus beli penawar itu?” tanya Rangga pada Ham.

            “Tentu saja. Tanaman marmetu manis hanya ditemukan di siang hari. Kalau kita hanya bisa keluar malam hari dan saat mendung, kita tidak akan mendapatkannya. Kalian sendiri yang mengatakan kalau tahun ini tanaman marmetu manis akan muncul,” jawab Ham panjang lebar.

            “Memang, tanaman itu akan muncul tahun ini. Tapi, untuk mendapatkan tanaman itu, kita membutuhkan darah yang banyak. Satu drum penuh darah manusia untuk tiga penawar,” sahut Mulda.

            “Aku tahu itu. Dan sekarang kita tinggal menambahkan sedikit darah.”

            “Maksudmu?” tanya Mulda dan Rangga.

            Selama ini, selain meminum darah untuk dirinya sendiri, Ham juga menyimpannya. Dia telah berpikir jauh-jauh hari untuk membeli penawar itu, penawar yang jika vampire meminumnya, dia  akan kebal dari sinar matahari. Tapi penawar itu hanya mampu bertahan selama tiga bulan.

edededede

            Pemuda itu berjalan melewati Ara tanpa melihatnya. Dia adalah pemuda yang sedang dipikirkannya.

            Ara yang langsung menghentikan langkahnya saat melihat pemuda itu, melirik ke arah pemuda itu. Ya, melirik agar pemuda itu tak merasa aneh. Setelah pemuda itu melewatinya, Ara tersenyum tipis. Baginya, dia sudah cukup bahagia walau hanya melihatnya.

            Ara kembali melanjutkan langkahnya. Tapi dia tiba-tiba berhenti. Saat dia melihat pemuda tadi, dia tak membawa payung atau jas hujan. Padahal sekarang hujan.

            Segera Ara berlari menuruni tangga, mengejar pemuda tadi.

            Ara memperlambat langkahnya saat melihat pemuda itu sedang berdiri menatap lebatnya hujan.

            Satu langkah  jarak antara Ara dan pemuda itu. Tiba-tiba dia menghentikan langkahnya.

            “Kenapa aku harus ngejar dia? Kalau dia tahu hujan, dia pasti nggak jadi pergi,” ucap Ara di dalam hati.

Ara hendak pergi, kembali ke rumahnya, namun pemuda itu tiba-tiba berbalik sebelum Ara beranjak dari tempatnya. Hampir saja Ara terjatuh karena pemuda itu menabraknya, namun dia dengan sigap menahan tubuh Ara agar tak jatuh ke belakang. Tangan kanannya memegang tangan kiri Ara, sedangkan tangan satunya menahan punggung Ara. Beberapa detik mereka dalam posisi seperti itu.

DYAARRRR….

           “Aaa!!” Ara berteriak dan langsung memeluk pemuda itu saat suara petir terdengar sangat keras.

Pemuda itu sedikit terkejut dengan tindakan Ara. Dia hendak melepaskan pelukan Ara, tapi dia merasakan tubuh gadis itu bergetar. Mungkin Ara takut dengan suara petir.

edededede

            Rafael segera menghentikan motornya di depan sebuah toko yang tertutup. Rafael yang kebetulan bersama Riri segera turun dari motor untuk berteduh. Mereka basah kuyup. Hujan semakin deras. Jalanan yang tertutup hujan itu tak nampak kendaraan yang melintas. Toko-toko di sekitar juga tertutup semua.

            Mereka duduk dibangku. Riri tampak kedinginan. Walaupun telah mengenakan pakaian yang panjang, namun pakaian itu tidak tebal. Terlebih dia kehujanan tadi.

            “Pakai jaketku aja.” Rafael mengenakan jaketnya pada Riri.

            “Kamu gimana?” tanya Riri melihat Rafael sekarang hanya mengenakan kaos pendek.
  
          “Aku tahan dingin. Jangan khawatir,” jawabnya seraya tersenyum.

            Tiba-tiba suara petir terdengar sangat keras bersamaan dengan kilat. Seketika Riri berteriak sambil memeluk lengan Rafael.

            “Kak..” lirihnya sedikit takut.

            “Udah, tenang. Nggak apa-apa. Petirnya nggak nyambar ke sini kok,” ucap Rafael menenangkan Riri. Dia mendekap Riri agar lebih tenang.

            Tak hanya sekali petir itu menyambar. Riri yang tadinya berniat menghubungi ayahnya untuk menjemputnya karena kelihatannya hujan tak akan berhenti segera jadi urung. Dia takut jika dia menelpon, petir itu akan menyambarnya.

edededede

            Wendak tersentak. Dia terbangun dari tidurnya saat petir menyambar sesuatu di luar sana. Tenggorokkannya mendadak kering, dia lalu keluar dari kamar untuk minum. Saat dia berjalan ke dapur, dia melihat salah satu jendela terbuka dan tertutup ditiup angin. Pasti mamanya lupa mengunci jendela itu, pikir Wenda. Kemudian dia menutup jendela itu, dan pergi ke dapur mengambil air.

            Wenda menuangkan air ke gelasnya, dan tepat saat itu lampu padam. Dia pun mencari lilin di rak. Tangannya meraba-raba rak itu, dan….

            “Aw!” jerit Wenda tertahan. Jari telunjuknya berdarah karena tak sengaja menyentuh ujung pisau yang tajam. Tidak biasanya mamanya menaruh pisau di situ.

            Setelah menyelakan lilin, Wenda mengobati lukanya. Kemudian dia kembali mengambil air. Saat dia menenggak segelas air, tiba-tiba dia melihat bayangan selain dirinya. Bayangan itu seperti bayangan laki-laki. Dia menaruh gelasnya di atas meja dengan berusaha bersikap biasa walau kini dia sedang takut.

--------------


*Bersambung*

No comments:

Post a Comment