Wednesday, June 29, 2016

[Cerbung] Marmetu Manis part 12



            Jumat bersih mewajibkan seluruh murid untuk membersihkan seluruh sekolah. Dan untuk hari ini, kelas X.3 diwajibkan mengirimkan 5 muridnya untuk membersihkan di perpustakaan. Kelima murid itu adalah Wenda, Riri, Ara, Dicky, dan Ham.
  
          Mereka membagi tugas. Kebetulan Wenda mendapat bagian membersihkan jendela. Dengan lap basah, dia mengelap jendela-jendela itu hingga bersih. Untuk jendela bagian atas, Wenda menggunakan meja. Dari situ, tak sengaja Wenda melihat Bisma yang sedang memangkas rumput di lapangan menggunakan sabit. Jarak perpustakaan dengan lapangan yang tak begitu jauh membuat Wenda bisa melihat Bisma dengan jelas. Terkadang Bisma beercanda dengan yang lain, lalu tertawa bersama.


            “Apa aku mempermainkanmu?” tanya Wenda dengan tatapan sendu. Tiba-tiba matanya membulat. Rupanya Bisma sedang melambai kearahnya. Segera Wenda mengelap jendela lagi dengan cepat. Namun, saat Wenda hendak berpindah ke jendela yang lain, dia lupa kalau dia sedang berada di atas meja. Sehingga dia salah melangkah.

            Tap.

            Seseorang menangkap Wenda sebelum dia jatuh ke lantai. Wenda membuka matanya, dan melihat wajah Dicky yang tepat dihadapannya.

            “Kamu nggak apa-apa?” tanya Dicky khawatir.

            Wenda langsung melepaskan dekapan Dicky. “A.. Aku nggak apa-apa.” Kemudian Wenda pergi keluar perpustakaan.

            “Wenda, kamu nggak apa-apa? Ada yang luka?” tanya Bisma panik yang langsung berlari ke perpustakaan saat melihat Wenda jatuh.

            “Aku baik-baik saja kok, kak. Enggak ada yang luka sama sekali,” jawab Wenda.

            “Syukurlah,” ucap Bisma langsung memeluk Wenda.

            Sementara itu, di sisi lain ada yang menatap kejadian itu dengan tatapan yang sangat dingin.

edededede

            “Dicky!” panggil Bisma pada Dicky yang berjalan menuju kelasnya.
   
         Dicky berbalik.

            “Kamu kan yang tadi nyelametin Wenda di perpustakaan?” tanya Bisma.

            Dicky hanya mengangguk.

            “Terimakasih ya. Kalau nggak ada kamu, mungkin sekarang Wenda udah ada di UKS.”

            “Sama-sama.”

            Bisma tak begitu memperhatikan bagaimana Dicky bisa menyelamatkan Wenda. Bisma mengira waktu itu Dicky ada di dekat Wenda. Namun, Wenda yang tahu suasana perpustakaan waktu itu membuatnya berpikir. Bagaiamana mungkin seseorang yang berada jauh darinya, bisa secepat itu menolongnya. Namun, Wenda langsung menepis pikiran anehnya itu, karena mungkin saja tanpa dia sadari Dicky memang ada di dekatnya waktu itu.

edededede

            Sepulang sekolah, Wenda dan Dicky bersama-sama menuju perpustakaan umum. Kebetulan gurunya tadi memberikan tugas kelompok, teman kelompoknya adalah teman sebangku. Oleh karena itu, selagi ada kesempatan, mereka langsung mengerjakan tugas itu agar cepat selesai.

             Tugas yang diberikan yaitu mempresentasikan salah satu candi yang ada di Indonesia.

            “Jadi, kita mau mempresentasikan candi apa?” tanya Wenda meminta pendapat.

            “Terserah kamu aja,” jawab Dicky. Dia setuju saja apa yang mau dipresentasikan Wenda karena Dicky sudah tahu kisah dari candi-candi yang ada di Indonesia. Bahkan dia sudah pernah mendatangi seluruh candi-candi tersebut.

            “Kok terserah aku? Tapi, sebenarnya sih aku tertarik dengan candi prambanan. Itu kisahnya Roro Jongrang, kan?”

            “Oke, kita ambil candi prambanan. Sekarang ayo kita cari bukunya.”

            Menceritakan legenda candi prambanan, mempresentasikan tekstur candi dan beberapa fungsi bangunannya, itulah yang akan mereka presentasikan nanti.

            “Bisa nggak kita selesaikan ini hari ini juga?”

            Dicky menatap Wenda.

            “Maksudku... Kan masih ada tugas-tugas lain, terus aku harus bantu mamaku bikin kue juga. Jadi, aku mau setiap tugas sekolahku cepat selesai,” terang Wenda, yang sebenarnya dia hanya tidak mau sering bersama Dicky.

            “Mungkin bisa,” jawab Dicky yang sebenarnya bisa dijawab “tentu bisa” karena dia sudah tahu harus menulis apa di laporannya.

            Tepat pukul 5 sore, walaupun tugas masih belum selesai, mereka harus pulang karena tidak mau bermalam di perpustakaan.

            “Aku antar pulang ya.”

            “Enggak usah. Aku bisa pulang sendiri kok. Jam segini aku masih berani naik angkot.”

            “Tapi...”

            “Udah, ya. Bye.” Wenda segera berlari ke seberang jalan untuk meghentikan angkot (angkutan umum). Namun, saat Wenda hendak menyeberang, dia hampir saja tertabrak motor jika Dicky tidak segera menariknya.

            Wenda yang shock hanya terpaku menatap Dicky yang masih mendekapnya.

            “Bagaimana mau pulang sendiri? Nyebrang aja nggak bisa,” ucap Dicky seraya melepas dekapannya. “Udah deh, aku antar aja.” Tanpa meminta persetujuan lagi dari Wenda, Dicky menarik tangan Wenda menuju mobilnya.

            Sunyi. Dicky dan Wenda tak saling berbicara. Tiba-tiba terdengar suara aneh. Dicky tersenyum mendengarnya.

            “Makan dulu yuk, baru nanti aku antar kamu pulang,” tawar Dicky.

           “Antar aku pulang aja,” tolak Wenda. Tiba-tiba suara diperutnya keluar lagi, dan semakin kencang.

            Dicky tersenyum lagi. “Kasihan perutmu. Dari tadi siang belum makan. Aku yang traktir.”

            Wenda tak bisa menolak lagi karena perutnya tidak bisa diajak kompromi.

            Mereka akhirnya tiba disebuah restoran yang cukup mewah. Restoran ala Italia yang menyajikan berbagai macam makanan khas Italia. Wenda sempat tercengang melihat interior restoran yang sangat bagus nan mewah. Wenda sempat bertanya-tanya, seberapa kayak Dicky sampai mengajaknya makan di sini. Bisma saja yang juga terbilang kaya tidak pernah mengajaknya makan di sini. Ah, itu karena Wenda tidak tahu saja kalau Bisma mengikuti gaya sederhananya.

            “Mau makan apa?” tanya Dicky pada Wenda. Mereka sama-sama memegang buku menu.

            “Terserah kamu aja,” jawab Wenda menelan ludah karena shock melihat harga makanan per porsinya.

            “Kalau begitu spagheti saus tiram dua. Dan untuk minumannya lemon juice aja.”

            Pelayan itu pun kembali ke belakang setelah mencatat pesanan Dicky.

            Dari bangku lain segerombol orang sedang memperhatikan mereka.

--------------


*Bersambung*

No comments:

Post a Comment