Jumat bersih mewajibkan seluruh
murid untuk membersihkan seluruh sekolah. Dan untuk hari ini, kelas X.3
diwajibkan mengirimkan 5 muridnya untuk membersihkan di perpustakaan. Kelima
murid itu adalah Wenda, Riri, Ara, Dicky, dan Ham.
Mereka membagi tugas. Kebetulan
Wenda mendapat bagian membersihkan jendela. Dengan lap basah, dia mengelap
jendela-jendela itu hingga bersih. Untuk jendela bagian atas, Wenda menggunakan
meja. Dari situ, tak sengaja Wenda melihat Bisma yang sedang memangkas rumput
di lapangan menggunakan sabit. Jarak perpustakaan dengan lapangan yang tak
begitu jauh membuat Wenda bisa melihat Bisma dengan jelas. Terkadang Bisma
beercanda dengan yang lain, lalu tertawa bersama.
“Apa aku mempermainkanmu?” tanya
Wenda dengan tatapan sendu. Tiba-tiba matanya membulat. Rupanya Bisma sedang
melambai kearahnya. Segera Wenda mengelap jendela lagi dengan cepat. Namun,
saat Wenda hendak berpindah ke jendela yang lain, dia lupa kalau dia sedang
berada di atas meja. Sehingga dia salah melangkah.
Tap.
Seseorang
menangkap Wenda sebelum dia jatuh ke lantai. Wenda membuka matanya, dan melihat
wajah Dicky yang tepat dihadapannya.
“Kamu nggak apa-apa?” tanya Dicky
khawatir.
Wenda langsung melepaskan dekapan
Dicky. “A.. Aku nggak apa-apa.” Kemudian Wenda pergi keluar perpustakaan.
“Wenda, kamu nggak apa-apa? Ada yang
luka?” tanya Bisma panik yang langsung berlari ke perpustakaan saat melihat
Wenda jatuh.
“Aku baik-baik saja kok, kak. Enggak
ada yang luka sama sekali,” jawab Wenda.
“Syukurlah,” ucap Bisma langsung
memeluk Wenda.
Sementara itu, di sisi lain ada yang
menatap kejadian itu dengan tatapan yang sangat dingin.
edededede
“Dicky!” panggil Bisma pada Dicky
yang berjalan menuju kelasnya.
Dicky berbalik.
“Kamu kan yang tadi nyelametin Wenda
di perpustakaan?” tanya Bisma.
Dicky hanya mengangguk.
“Terimakasih ya. Kalau nggak ada
kamu, mungkin sekarang Wenda udah ada di UKS.”
“Sama-sama.”
Bisma tak begitu memperhatikan bagaimana
Dicky bisa menyelamatkan Wenda. Bisma mengira waktu itu Dicky ada di dekat
Wenda. Namun, Wenda yang tahu suasana perpustakaan waktu itu membuatnya
berpikir. Bagaiamana mungkin seseorang yang berada jauh darinya, bisa secepat
itu menolongnya. Namun, Wenda langsung menepis pikiran anehnya itu, karena
mungkin saja tanpa dia sadari Dicky memang ada di dekatnya
waktu itu.
edededede
Sepulang
sekolah, Wenda dan Dicky bersama-sama menuju perpustakaan umum. Kebetulan
gurunya tadi memberikan tugas kelompok, teman kelompoknya adalah teman
sebangku. Oleh karena itu, selagi ada kesempatan, mereka langsung mengerjakan
tugas itu agar cepat selesai.
Tugas yang diberikan yaitu mempresentasikan
salah satu candi yang ada di Indonesia.
“Jadi,
kita mau mempresentasikan candi apa?” tanya Wenda meminta pendapat.
“Terserah
kamu aja,” jawab Dicky. Dia setuju saja apa yang mau dipresentasikan Wenda
karena Dicky sudah tahu kisah dari candi-candi yang ada di Indonesia. Bahkan
dia sudah pernah mendatangi seluruh candi-candi tersebut.
“Kok
terserah aku? Tapi, sebenarnya sih aku tertarik dengan candi prambanan. Itu
kisahnya Roro Jongrang, kan?”
“Oke,
kita ambil candi prambanan. Sekarang ayo kita cari bukunya.”
Menceritakan
legenda candi prambanan, mempresentasikan tekstur candi dan beberapa fungsi
bangunannya, itulah yang akan mereka presentasikan nanti.
“Bisa
nggak kita selesaikan ini hari ini juga?”
Dicky
menatap Wenda.
“Maksudku...
Kan masih ada tugas-tugas lain, terus aku harus bantu mamaku bikin kue juga.
Jadi, aku mau setiap tugas sekolahku cepat selesai,” terang Wenda, yang
sebenarnya dia hanya tidak mau sering bersama Dicky.
“Mungkin
bisa,” jawab Dicky yang sebenarnya bisa dijawab “tentu bisa” karena dia sudah tahu harus menulis apa di laporannya.
Tepat
pukul 5 sore, walaupun tugas masih belum selesai, mereka harus pulang karena
tidak mau bermalam di perpustakaan.
“Aku
antar pulang ya.”
“Enggak
usah. Aku bisa pulang sendiri kok. Jam segini aku masih berani naik angkot.”
“Tapi...”
“Udah,
ya. Bye.” Wenda segera berlari ke seberang jalan untuk meghentikan angkot
(angkutan umum). Namun, saat Wenda hendak menyeberang, dia hampir saja
tertabrak motor jika Dicky tidak segera menariknya.
Wenda
yang shock hanya terpaku menatap
Dicky yang masih mendekapnya.
“Bagaimana
mau pulang sendiri? Nyebrang aja nggak bisa,” ucap Dicky seraya melepas
dekapannya. “Udah deh, aku antar aja.” Tanpa meminta persetujuan lagi dari
Wenda, Dicky menarik tangan Wenda menuju mobilnya.
Sunyi.
Dicky dan Wenda tak saling berbicara. Tiba-tiba terdengar suara aneh. Dicky
tersenyum mendengarnya.
“Makan
dulu yuk, baru nanti aku antar kamu pulang,” tawar Dicky.
“Antar
aku pulang aja,” tolak Wenda. Tiba-tiba suara diperutnya keluar lagi, dan
semakin kencang.
Dicky
tersenyum lagi. “Kasihan perutmu. Dari tadi siang belum makan. Aku yang
traktir.”
Wenda
tak bisa menolak lagi karena perutnya tidak bisa diajak kompromi.
Mereka
akhirnya tiba disebuah restoran yang cukup mewah. Restoran ala Italia yang
menyajikan berbagai macam makanan khas Italia. Wenda sempat tercengang melihat
interior restoran yang sangat bagus nan mewah. Wenda sempat bertanya-tanya,
seberapa kayak Dicky sampai mengajaknya makan di sini. Bisma saja yang juga
terbilang kaya tidak pernah mengajaknya makan di sini. Ah, itu karena Wenda
tidak tahu saja kalau Bisma mengikuti gaya sederhananya.
“Mau
makan apa?” tanya Dicky pada Wenda. Mereka sama-sama memegang buku menu.
“Terserah
kamu aja,” jawab Wenda menelan ludah karena shock
melihat harga makanan per porsinya.
“Kalau
begitu spagheti saus tiram dua. Dan untuk minumannya lemon juice aja.”
Pelayan
itu pun kembali ke belakang setelah mencatat pesanan Dicky.
Dari
bangku lain segerombol orang sedang memperhatikan mereka.
--------------
*Bersambung*
No comments:
Post a Comment