CUPLIKAN PART SEBELUMNYA
“Apa maumu?” tanya madam Ros
setengah membentak. Tak ada rasa takut dalam dirinya.
Ham menyembunyikan taringnya lagi.
“Aku cuma mau tahu dimana manusia special itu.”
“Aku tidak tahu,” jawab madam Ros
cepat.
“Kamu tahu, kan, aku bisa membunuhmu
sekarang juga. Jadi katakan sejujurnya, karena aku tahu nenek-nenek moyangmu
adalah peneliti vampire. Mana mungkin sampai sekarang kamu belum menemukan
manusia special. Atau kamu mau aku menghisap darahmu sekarang?” ancam Ham.
“Aku memang sudah menemukan manusia
special bagi vampire. Tapi aku tidak tahu mendetail mengenai dia, karena dia
keburu pergi.”
“Kalau gitu, katakan dimana aku bisa
menemukan dia, bagaimana caranya, dan apa dia laki-laki? Katakan padaku apa
yang sudah kamu tahu mengenai manusia special.”
“Aku tidak bisa mengatakan apa yang
telah aku ketahui tentang dia.”
“Apa?!” bentak Ham.
Part
8
“Tapi, aku bisa mengatakan apa yang
sudah kamu temukan atau yang akan kamu temukan.”
Ham diam. Kemudian madam Ros
memintanya memperlihatkan telapak tangannya. Saat madam Ros memperhatikan
telapak tangan Ham, beberapa saat kemudian dia terkejut.
“Ada apa? Apa aku akan segera
menemukannya?” tanya Ham.
“Kamu sudah dekat. Aku yakin kamu
akan segera menemukannya.”
“Apa dia anak yang satu sekolah
denganku? Laki-laki atau perempuan?”
“Aku tidak tahu dia sekolah dimana.
Dia perempuan.”
Madam Ros menjawab setiap pertanyaan Ham dengan jujur. Tak banyak yang bisa madam Ros jawabkan karena dia memang tidak tahu banyak. Namun, ada hal lain dari Ham yang tidak dikatakannya.
edededede
Sore itu, Wenda duduk di bawah pohon
yang berada beberapa meter di belakang rumah. Pohon yang rindang sangat nyaman
berada di bawahnya. Dia berkutat dengan buku gambarnya.
“Rrrr… Kenapa aku selalu menggambar
wajah ini? Siapa dia?” kesal Wenda, kemudian dia meletakkan buku gambarnya di
atas rerumputan.
Angin berhembus kencang memainkan
rambut panjang Wenda. Halaman buku gambar membuka satu per satu karena angin.
Ya, benar saja. Setiap isi buku gambar itu terdapat gambar yang sama. Wajah
seorang laki-laki yang Wenda tak tahu orangnya siapa. Entah mengapa sejak beberapa
hari yang lalu dia hanya bisa menggambar wajah itu. Setiap kali dia mencoba
menggambar karena itu memang hobinya, dia tak bisa menggambar hal lain lagi
selain wajah itu.
Grrrrt…
Ponsel Wenda bergetar karena ada
panggilan masuk. Lalu dia mengangkat panggilan.
“Iya, ma?”
“Kamu dimana? Bantu ibu anterin
pesanan.”
“Iya, ma. Aku di belakang rumah kok.
Aku ke sana sekarang.”
Setelah panggilan tertutup, Wenda
segera kembali ke rumah. Tak lupa dia membawa buku gambarnya.
“Bukan hanya wajahnya yang mirip.
Bakatnya pun sama,” gumam Dicky yang berdiri di bawah pohon sambil melihat
Wenda yang berjalan menjauh.
Flashback
to 100 years ago
Seorang gadis berwajah seperti Wenda
sedang menggambar sketsa seseorang di tanah menggunakan sebuah ranting. Pakaiannya hanya sebuah kain membalut tubuhnya. Seperti itulah pakaiannya
sehari-hari. Rambutnya dikepang dua dengan sangat rapi. Ibunya yang baru saja
melakukannya.
“Dicky, jangan bergerak!” bentak
Tini saat Dicky bergerak.
“Tapi aku capek,” keluh Dicky.
“Sebentar. Sedikit lagi.” Tini
tampak serius menggoreskan ranting-ranting itu ke tanah.
Flashback
end
Ham melakukan pertemuan dengan kedua
teman vampire-nya. Ham menyuruh agar mereka berhenti sekolah dan bersekolah di
SMA tempatnya bersekolah. Ham juga menceritakan pertemuannya dengan dukun
semalam.
“Apa itu nggak malah mencurigakan?
Tiba-tiba banyak murid baru.” tanya Rangga. “Bagaimana kalau aku dan Mulda diam-diam masuk tanpa
berpura-pura jadi siswa? Kita akan mengawasi diam-diam,” saran Rangga.
“Terserah kalian saja. Selama kalian mencari
manusia special.”
edededede
Seperti biasa, saat bangun tidur,
Ara langsung ke jendela untuk membuka gorden. Ada yang berbeda. Di jendela
tergantung beberapa bawang putih. Tak hanya di sana, di pintu juga ada. Ara
meraba lehernya. Ada kalung bawang putih. Kemudian dia tersenyum bahagia.
Flashback
to last night
Pemuda itu mengantar Ara pulang. Dia
menggabungkan beberapa bawang putih dengan benang. Kemudian menggantungkannya
di pintu dan setiap jendela apartemen Ara. Ara tak melakukan
apa-apa untuk mencegah pemuda itu. Lagipula dia tak memikirkan apa yang
dilakukan pemuda itu. Dia sangat senang pemuda itu ada di dekatnya.
“Jangan lepas bawang ini. Kalau
sudah mau membusuk, ganti dengan yang baru. Dan ingat, kalau kamu mau keluar
malam, jangan lupa pakai bawang putih. Dan jangan lupa bawa cadangan di tas.”
Flashback
end
Ara bersiap pergi ke sekolah.
Setelah mandi dan berganti seragam sekolah, dia siap untuk pergi. Lalu dia
ingat ucapan pemuda semalam.
“Apa aku harus bawa?” tanyanya pada
dirinya sendiri. Nanti sepertinya dia harus ngelembur karena kemarin tidak
bekerja.
edededede
Hari itu Riri tidak masuk sekolah
karena sakit. Rupanya dia tertular virus dari Rafael yang sekarang malah sudah sehat.
“Selamat pagi, anak-anak!” sapa Bu’
Rahma memasuki kelas.
“Pagi, Bu,” jawab semua murid.
Tiba-tiba ekspresi mereka menjadi bertanya-tanya kerena bu’ Rahma masuk tidak
sendiri. Ia bersama seorang murid yang mereka tidak kenal. Namun, tidak bagi
Wenda. Wajah murid yang ternyata murid baru itu tidak asing bagi Wenda. Segera
dia mengeluarkan buku gambarnya dari laci. Dibukanya buku gambar itu. Dia
memperhatikan baik-baik wajah yang ia gambar dan membandingkannya dengan pemuda
itu. Tiba-tiba Wenda merasa aneh. Tangannya nampak bergetar. Wenda tidak tahu
mengapa demikian. Dia mungkin terkejut. Kenapa orang yang baru dia temui hari
ini bisa dia gambar wajahnya bahkan beberapa hari yang lalu.
“Terimakasih atas perkenalannya,
Dicky. Sekarang kamu duduk di…. Ah, di samping Wenda saja.”
Seketika Wenda tersentak. Dia
kembali ke kesadarannya. “Maaf, bu’. Tapi ini tempat Riri,” kata Wenda yang
sebenarnya tidak mau duduk di dekat murid baru itu.
“Tidak ada tempat lain. Lagi pula
Riri lagi sakit. Nanti kalau Riri sudah datang, biar ibu yang bicara sama dia
supaya dia bisa mengerti, dan nati akan ibu carikan dia bangku lain.”
Ketika Dicky mendekat, segera Wenda
memasukkan kembali buku gambarnya ke laci.
edededede
--------------
*Bersambung*
No comments:
Post a Comment