“Aku pergi sama mamaku. Kebetulan
mama nganterin pesanan kue pagi ini,” ujar Wenda kepada seseorang di balik
telepon.
“Nggak apa-apa, aku bisa anterin
kamu dan mama kamu,” sahut pria diseberang sana.
“Tapi aku udah di jalan.”
“Di jalan?” Terdengar suara mendesah
dari sana. “Ya udah deh. Hati-hati di jalan ya, sayang. Kita ketemu di sekolah.
Bye, sayang.”
“Mm.. Bye, kak,” sahut Wenda.
Setelah panggilan putus, Wenda menaruh ponselnya di meja, lalu melanjutkan
pekerjaan memasukkan kue ke wadah untuk membantu pekerjaan mamanya.
Ternyata dia tidak sedang di jalan. Dia masih
di rumah. Itu artinya dia telah membohongi pria tadi.
“Bisma ya?” tanya nyonya Lisa,
mamanya Wenda.
“Iya,” jawab Wenda tanpa
semangat.
“Mau sampai kapan kamu gituin dia?
Mungkin sampai hari ini kamu bisa bohongin dia, tapi besok dan seterusnya?”
Wenda berhenti. “Sebenarnya
aku juga nggak mau kayak gini, Ma.”
“Lalu kenapa kamu kayak gini? Kalau
kamu nggak suka dia, kenapa kamu terima dia?”
“Aku cuma nggak mau dia malu aja.”
“Lebih baik bikin malu dia atau
nyakitin dia dengan kebohonganmu?”
Wenda terdiam. Dia menatap
wajah ibunya. “Apa lebih baik aku putusin dia, Ma?” tanyanya meminta pendapat
mamanya.
“Kenapa tanya mama? Itu hidup kamu.
Kamu yang seharusnya mengambil keputusan,” kata nyonya Lisa menasihati.
“Sudahlah. Sekarang kamu ganti baju gih. Ini udah siang. Mama bisa lakukan
sendiri kok.”
edededede
Dari pembicaraannya dengan mamanya
hingga ke sekolah, Wenda terus berpikir. Apakah dia harus belajar
mencintai Bisma, atau berkata jujur padanya.
“Wenda!!” Riri berlari menghampiri Wenda yang sudah duduk di bangkunya sambil membawa gadget.
“Coba lihat deh.” Riri menunjukkan gadget-nya.
Tiba-tiba mata Wenda membulat. Dia
terkejut melihat video yang terputar dari youtube itu. Itu adalah video
dirinya saat Bisma menyatakan cinta padanya.
Saat malam inagurasi, yaitu beberapa bulan yang lalu, di atas panggung Bisma
menyanyikan lagu cinta dengan setting panggung yang romantis. Di tengah
lagu, dia menyebutkan nama lengkap orang yang dicintainya dan menyuruhnya naik.
Jika Wenda naik sebelum lagu berakhir, berarti cintanya diterima. Tapi jika
lagu sudah berakhir dan Wenda tak kunjung naik, berarti cintanya ditolak.
Wenda melihat dengan sayu video itu.
Waktu itu, saat Bisma menyebut nama lengkap dan kelasnya, Wenda tidak percaya.
Tapi, hanya dialah pemilik nama Pawenda Putri Wijiyantari. Dia tak menyangka
kakak kelasnya itu menyukainya. Padahal Wenda tidak pernah cari perhatian pada
kakak kelas, bahkan teman sekelas pun tidak. Ia sama sekali tak punya pikiran
untuk mencari pasangan di sekolah. Penampilan dan sikapnya saja cenderung cuek.
Karena dia memang bertujuan untuk belajar. Jadi, selama ada buku yang dia bawa,
selama PR telah dikerja, dan selama ada ilmu yang dia dapat setiap hari walau
sedikit itu cukup. Tapi, apa yang dilihat Bisma sampai-sampai menembaknya di
depan banyak orang.
Semua yang ada waktu itu langsung
bersiul, bersorak, dan bertepuk tangan saat nama Wenda disebut. Ramai-ramai
mereka berteriak menyuruh Wenda naik. Wenda yang tidak mau membuat Bisma
malu dengan menolaknya, dia pun naik ke atas panggung lima detik sebelum lagu
berakhir.
“Lihat viewers video ini. 300
orang. Padalah baru semalam video ini diupload,” kata Riri histeris
saking senangnya. Tentu saja. Selain temannya yang ada di dalam video itu, dialah
yang meng-upload video itu. Melihat video itu membuat Wenda bimbang
dengan keputusan yang telah ia tekadkan tadi.
Di jam istirahat, Wenda masih
berpikir keras. Haruskah dia melanjutkan tekadnya yang sempat goyah tadi?
“Wenda, Riri aku ke toilet dulu ya,”
pamit Ara.
Wenda, dan Riri hanya
mengangguk tanpa menatap Ara. Wenda masih berpikir dengan tatapan lurus ke
depan. Sedangkan Riri terfokus pada Rafael yang sedang bermain
basket. Mereka sedang duduk di bangku yang berada di pinggir lapangan basket.
Tempat Wenda¸dan Ara menemani Riri memperhatikan laki-laki tercintanya sedang
berlatih. Beberapa saat setelah Ara pergi, Wenda telah menyakinkan keputusannya
untuk mengakhiri hubungannya dengan Bisma. Dia pun berpamitan pada Riri yang
masih fokus memandangi Rafael. Dia melangkah dengan cepat untuk ke kelas Bisma
agar pikirannya tak goyah lagi.
“WENDAA!!”
Wenda mendengar Riri berteriak
memanggilnya. Dia menoleh dan mendapati bola basket tengah melambung kearahnya.
Wenda terkejut. Bola itu sangat dekat. Tidak ada kesempatan untuk menghindar.
Bukkk…
---------------
*Bersambung*
Kenapa nerimanya harus terpaksa sih kan kalo beneran aku juga mau kak....☺☺
ReplyDeleteKenapa nerimanya harus terpaksa sih kan kalo beneran aku juga mau kak....☺☺
ReplyDelete